Tradisi Pencak Sumping Banyuwangi, Perpaduan Seni Bela Diri dan Budaya

Para pendekar, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, menunjukkan kelincahan dan ketangguhan mereka dalam memperagakan jurus-jurus silat, diiringi alunan musik tradisional yang rancak.

oleh Hermawan Arifianto diperbarui 18 Jun 2024, 16:06 WIB
Diterbitkan 18 Jun 2024, 16:06 WIB
Salah satu tradisi yang masih lestari di banyuwangi hingga saat ini adalah Pencak Sumping. (Hermawan/Liputan6.com)
Salah satu tradisi yang masih lestari di banyuwangi hingga saat ini adalah Pencak Sumping. (Hermawan/Liputan6.com)

Liputan6.com, Banyuwangi - Banyuwangi tak hanya terkenal dengan keindahan alamnya yang memesona, tetapi juga kekayaan budaya yang masih terjaga. Salah satu tradisi yang masih lestari hingga saat ini adalah Pencak Sumping, sebuah seni bela diri yang unik dan penuh makna.

Setiap Hari Raya Idul Adha, Dusun Mondoluko, Desa Tamansuruh, Kecamatan Glagah, Banyuwangi, diramaikan dengan atraksi Pencak Sumping yang memukau.

Para pendekar, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, menunjukkan kelincahan dan ketangguhan mereka dalam memperagakan jurus-jurus silat, diiringi alunan musik tradisional yang rancak.

Lebih dari sekadar pertunjukan, Pencak Sumping merupakan warisan budaya yang sarat makna. Tradisi ini diyakini sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan representasi nilai-nilai luhur seperti keberanian, sportivitas, dan kebersamaan.

Bagi masyarakat Dusun Mondoluko, Pencak Sumping bukan hanya tradisi, tetapi juga sarana untuk menumbuhkan rasa persaudaraan dan gotong royong.

Seluruh warga bahu membahu dalam mempersiapkan acara, mulai dari latihan para pendekar, dekorasi, hingga penyajian hidangan tradisional.

Salah satu pelestari Pencak Sumping, Rahayis mengungkapkan, nama Pencak Sumping sendiri, diambil dari suguhan yang disajikan pada masa itu yang mengiringi para pendekar saat berlatih.

"Sumping merupakan makanan tradisional yang terbuat dari pisang berbalut adonan tepung yang dikukus, didaerah lain dikenal dengan nama kue Nagasari." kata Rahayis Senin (17/6/2024)

Sumping menjadi suguhan kepada para tamu yang datang saat acara. Bahkan saat atraksi tanding dua pendekar silat, sumping juga digunakan untuk pengakuan kemenangan.

"Biasanya pendekar yang menang akan menyumpal mulut lawan yang kalah dengan kue sumping." imbuh Rahayis.

Upaya pelestarian Pencak Sumping tak hanya dilakukan oleh masyarakat Dusun Mondoluko, tetapi juga mendapat dukungan dari berbagai pihak. Pemerintah daerah, komunitas budaya, dan budayawan turut ambil bagian dalam menjaga tradisi ini agar tetap hidup dan lestari.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Budaya dan Kearifan Lokal

Pesilat memeragakan jurus Pencak Sumping. (Hermawan/Liputan6.com)
Pesilat memeragakan jurus Pencak Sumping. (Hermawan/Liputan6.com)

Di tengah gempuran modernisasi, tradisi Pencak Sumping menjadi pengingat akan pentingnya menjaga nilai-nilai budaya dan kearifan lokal.

Semangat gotong royong dan rasa persaudaraan yang terkandung dalam tradisi ini menjadi landasan penting bagi kemajuan desa dan masyarakatnya.

Tak hanya itu, dalam tradisi ini juga dihadiri Paguyuban Kampung Pencak Silat Kecamatan Glagah.

Mereka menghadiri tradisi Pencak Sumping dari beberapa organisasi seperti Persaudaraan Setia Hati Terate, Persaudaraan Setia Hati Winongo, Ikatan Keluarga Silat Putra Indonesia Kera Sakti, dan masih banyak perguruan yang lain.

Infografis Tahap Pengajuan Kebaya Jadi Warisan Budaya Takbenda UNESCO
Infografis Tahap Pengajuan Kebaya Jadi Warisan Budaya Takbenda UNESCO. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya