Pemerintah Rela Gelontorkan Rp 60 Miliar demi Domain .id

Rudiantara mengatakan bahwa penggunaan domain dalam negeri memberikan keuntungan lebih bagi banyak pihak.

oleh Andina Librianty diperbarui 14 Apr 2015, 18:25 WIB
Diterbitkan 14 Apr 2015, 18:25 WIB
807 Merek Kantongi Restu Pakai Domain .id
Ilustrasi - domain.id

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) akan terus mempromosikan penggunaan domain Indonesia (.id). Bahkan kementerian di bawah arahan Menteri Rudiantara itu tak keberatan jika harus merogoh kocek hingga Rp 60 miliar.

Menteri Kominfo Rudiantara mengatakan bahwa dirinya telah berdiskusi dengan pihak Pengelola Nama Domain Indonesia (PANDI) untuk pendaftaran domain .id. Jika tiap satu domain dihargai Rp 50 ribu dan ongkos sosialisasinya Rp 10 ribu, Rudiantara mengklaim pemerintah mampu membantu hingga 1 juta pendaftaran domain .id.

"Pemerintah akan fasilitasi, kalau hitung-hitungan bisa seperti itu, berarti kita butuh Rp 60 miliar untuk sejuta domain. Kalau cuma Rp 60 miliar, bisa kita masukkan ke dalam budget tahun depan atau kalau dimungkinkan bisa di RAPBN tahun ini," jelas Rudiantara saat ditemui usai pemaparan Rencana Strategi Kementerian Kominfo, Jakarta.

Meski terlihat seperti 'pemaksaan', Rudiantara mengatakan bahwa penggunaan domain dalam negeri memberikan keuntungan lebih bagi banyak pihak. Keuntungankeuntungan yang bisa diraih di antaranya adalah dapat mendongkrak trafik internet dalam negeri dan akses layanannya menjadi lebih cepat.

Ia pun menegaskan sama sekali tidak ada kepentingan bisnis di dalamnya. Untuk membuktikannya, pemerintah merasa tak keberatan untuk turut membantu mempromosikan domain .id.

"Saya lebih senang membelanjakan Rp 60 miliar untuk mempromosikan sejuta .id. Efisiensinya lebih banyak daripada program-program lain yang benefit-nya tidak terukur," katanya.

Penggunaan domain Indonesia sekaligus merupakan upaya pemerintah agar lebih mudah mengawasi situs-situs yang diakses oleh masyarakat. Mengambil contoh kasus pemblokiran puluhan situs yang dianggap radikal beberapa waktu lalu. Rata-rata situs tersebut menggunakan domain .com.

"Yang diblokir beberapa waktu lalu itu tidak tunduk pada peraturan pers, dan rata-rata tidak menggunakan .id. Kalau pake .id, semuanya jelas karena mendaftarnya pakai keterangan identitas seperti KTP. Sehingga kita juga lebih mudah mengawasinya," ungkap pria yang kerap disapa Chief RA itu.

(din/dhi)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya