Keberatan Uber Soal Kenaikan Tarif Taksi Online

Uber menuturkan, pemerintah tak perlu lagi mengatur kuota dan biaya perjalanan ridesharing karena perbedaan model bisnis yang diterapkan.

oleh Agustinus Mario Damar diperbarui 05 Jul 2017, 12:10 WIB
Diterbitkan 05 Jul 2017, 12:10 WIB
Uber telah hadir di 30 kota yang tersebar di tujuh pulau di Indonesia sehingga siap menjadi andalan pemudik.
Uber telah hadir di 30 kota yang tersebar di tujuh pulau di Indonesia sehingga siap menjadi andalan pemudik. (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah menetapkan tarif transportasi online sejak 1 Juli 2017. Aturan ini merupakan implementasi Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek.

Menanggapi peraturan tersebut, Uber menyebut revisi peraturan ini perlu dipertimbangkan. Alasannya, pembatasan biaya perjalanan dan kuota kendaraan menghalangi warga berbagi tumpangan sekaligus membatasi akses pada layanan terjangkau. 

"Hal ini juga bertentangan dengan prinsip koperasi dan berbeda dari langkah pemerintah DKI Jakarta tahun 2016 untuk menghapus kuota dan batasan tarif taksi demi terciptanya persaingan sehat," tulis Uber dalam keterangan resminya, Rabu (5/7/2017).

Menurut Uber, kuota dan biaya perjalanan ridesharing juga tidak perlu diatur karena perbedaan model bisnisnya. Untuk informasi, pada Maret 2016, pemerintah DKI Jakarta telah mencabut kuota taksi yang selama ini dibatasi sekitar 29 ribu unit.

"Persyaratan-persyaratan seperti pengalihan kepemilikan kendaraan, pemasangan kartu identitas, dan nomor kontak pelanggan di interior mobil dan stiker di kendaraan tak memiliki manfaat langsung bagi keselamatan dan kenyamanan," tulis Uber.

Syarat itu tak lagi relevan karena startup asal Amerika Serikat itu sudah menggunakan teknologi untuk meningkatkan keselamatan. Bahkan, penggunaan teknologi itu dilakukan saat sebelum, selama, dan setelah perjalanan dilakukan.

Uber juga mengkritisi poin mengenai akses data realtime dan perlu dikaji ulang karena informasi bisnis yang sensitif. Selain itu, akses tersebut dapat melanggar hak privasi pengguna individu aplikasi Uber.

"Sangat penting juga pemerintah bisa mempertanggungjawabkan bagaimana informasi ini akan digunakan," ujar Uber.

Karenanya, melalui revisi aturan ini masyarakat Indonesia malah tak bisa mengambil manfaat penuh dari model bisnis dan inovasi ridesharing.

Kemenhub telah menetapkan tarif batas bawah dan atas untuk taksi online. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Pudji Hartanto mengatakan, penetapan tarif taksi online mengacu pada usulan kepala daerah. 

(Dam/Isk)

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya