Jumlah Aduan Hoax dan SARA Lampaui Konten Pornografi

Jumlah konten negatif yang dilaporkan dalam kurun waktu lima bulan terakhir terbilang pesat ketimbang aduan tahun lalu.

oleh Agustinus Mario Damar diperbarui 10 Agu 2017, 16:30 WIB
Diterbitkan 10 Agu 2017, 16:30 WIB
Ilustrasi hoax
Ilustrasi hoax. (via: istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Laporan pengaduan konten negatif yang ditujukan pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) ternyata meningkat signifikan mulai awal tahun ini. Menurut laporan terbaru, jumlah aduan dari Januari hingga Juli 2017 jauh melebihi laporan tahun lalu.

Sebagai perbandingan, laporan aduan melalui email tahun lalu hanya mencapai 6.357. Namun aduan untuk tahun ini dalam kurun waktu tujuh bulan saja sudah mencapai 32 ribu lebih.

Adapun konten negatif yang paling banyak dilaporkan adalah seputar SARA dan ujaran kebencian. Laporan mencatat, aduan terkait hoax dan sara menjadi yang paling banyak dilaporkan. Bahkan, dalam beberapa kesempatan, aduan keduanya melampaui pornografi.

Untuk informasi, laporan tertinggi soal konten berbau SARA yang dilakukan pada Januari 2017 mencapai 5.142, disusul berita palsu sebanyak 5.070. Sementara, di saat yang sama laporan seputar pornografi hanya sekitar 308 aduan.

Banyaknya laporan seputar hoax dan sara pada awal tahun ini, diduga karena berbarengan dengan Pilkada DKI Jakarta. Sebab, setelah itu laporannya terus menurun, hingga pada April dan Mei 2017 kembali naik bersamaan momen Pilkada DKI Jakarta putaran kedua.

Meski sempat berkembang pesat, lambat laun aduan yang diterima Kemkominfo pada Juli 2017 ternyata turun cukup banyak. Jumlah laporan terkait hoax, SARA, dan pornografi kini hanya ada di kisaran ratusan laporan.

Kendati demikian, belum dapat dipastikan apakah berkurangnya aduan publik terhadap konten negatif berhubungan dengan jumlah konten negatif yang masih beredar di internet.

Menyoal tindak lanjut atas laporan tersebut, Plt. Kepala Biro Humas Kemkominfo, Noor Iza, mengatakan Kemkominfo sudah melakukan sejumlah langkah persuasif dan tegas terhadap penyedia layanan yang masih memiliki konten negatif.

"Langkah tersebut menghasilkan respon sekitar 55 persen. Dengan kata lain, lebih dari setengah aduan itu sudah diblokir atau diturunkan," ujarnya saat ditemui di Jakarta, Kamis (10/8/2017).

Respon dari tiap-tiap penyedia layanan, menurut Noor Iza juga berbeda-beda. Telegram menjadi yang merespon paling tinggi terkait konten negatif di dalam layanannya dengan memblokir sekitar 90 persen aduan. Namun, hal itu memang baru dilakukan setelah Telegram diblokir.

Sementara Instagram, Facebook, dan YouTube menjadi penyedia layanan yang merespon dengan cukup baik dengan rata-rata merespon sekitar 55 persen aduan. Twitter menjadi yang paling rendah dengan baru merespon sekitar 22,5 persen aduan publik. *

(Dam/Cas)

Tonton Video Menarik Berikut Ini : 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya