Liputan6.com, Jakarta - Dalam dunia on-demand saat ini, di mana semua orang memiliki akses informasi 24/7 melalui perangkat genggam, mendorong keterlibatan pelanggan berarti memiliki kemampuan untuk merespons kebutuhan dan keinginan pelanggan secara cepat melalui perangkat genggam mereka.
Model pemasaran tradisional telah mengubah fokus mereka untuk menciptakan pengalaman berkesan yang membuat pelanggan memegang kendali.
Dengan musik sebagai salah satu dari tiga aktivitas teratas yang dilakukan orang Indonesia di ponsel mereka, menurut Jakpat, Indonesia adalah salah satu negara dengan pertumbuhan tercepat di Asia untuk streaming musik. Saya melihat ini sebagai peluang bagus bagi brand lokal untuk terlibat dengan pelanggan mereka saat menggunakan media yang mereka sukai.
Advertisement
Dari tahun ke tahun, saya telah melihat bagaimana musik memainkan peran penting dalam menciptakan ikatan yang awet di antara konsumen dan brand. Saya benar-benar percaya bahwa saat ini streaming musik dapat mengubah pembeli skeptis menjadi pengguna brand yang setia, bertindak sebagai penggerak yang menghubungkan brand dengan anak muda, sembari memahami siapa mereka, ke mana mereka pergi, apa yang mereka lakukan, dan apa yang mereka sukai.
Ketika pelanggan senang dengan pengalaman digital yang diberikan oleh brand, mereka cenderung lebih mudah memberikan informasi pribadi mereka. Untuk mengumpulkan data berharga ini, pemasar harus fokus untuk membangun kepercayaan brand dan memberikan nilai tambah yang relevan bagi konsumen, menurut sebuah studi oleh Columbia Business School dan Aimia.
Tapi bagaimana sebenarnya streaming musik menyasar pasar milenial Indonesia, dan bagaimana cara pemasar dapat menggunakannya untuk menyampaikan pesan yang tepat kepada audiens mereka? Pertama, mari kita lihat lingkungan tempat generasi muda bermain dan bekerja.
Ponsel Adalah Alat Komunikasi Nomor 1
80 persen orang Indonesia berubah pikiran setelah berkonsultasi dengan ponsel pintar mereka. Saya terkejut dengan pernyataan pembukaan oleh Manajer Penelitian Google Asia, Market Insights, pada tahun 2016.
Ponsel telah menjadi bagian penting dari kehidupan mereka, membentuk bagaimana mereka berkomunikasi dengan semua orang dari teman dan keluarga hingga rekan kerja dan pelanggan.
Dalam laporan mereka, Jakpat menemukan bahwa ponsel menempati urutan ketiga dari kebutuhan hidup, setelah makanan dan air, dan secara mengejutkan, melebihi pakaian. Tapi apa yang mereka lakukan di ponsel mereka sepanjang hari?
Baca Juga
83,4 persen menggunakan media sosial, 75,7 persen mengobrol, dan 54,5 persen mendengarkan musik. Membuat panggilan telepon hanya masuk di posisi keempat! Berkat tren seluler dan inovasi aplikasi baru, Milenial Indonesia telah menjadi generasi berpikiran sosial.
Mereka terus-menerus mengatakan kalau mereka sedang mengunjungi sebuah kafe di Facebook, menandai bar yang mereka kunjungi dengan teman di Instagram, memesan GoJek, memesan di Airbnb dan bahkan mencari kencan potensial di Tinder. Pengalaman brand dan belanja online berkembang menjadi ruang "sentris seluler" di mana data kontekstual (seperti lokasi) digabungkan dengan informasi pribadi pengguna (seperti riwayat mendengarkan) untuk memberikan pengalaman seluler yang lebih intim.
Mobilitas dan aksesibilitas smartphone menjadikannya saluran komunikasi yang paling kuat. Smartphone menawarkan kesempatan untuk menggali data real-time untuk wawasan pengguna berdasarkan lokasi konsumen dan perilaku seluler.
Dengan munculnya penggunaan smartphone, datang tantangan bagi brand untuk melibatkan Millennials, yang perhatiannya terus terpecah-pecah oleh aplikasi dan konten seluler yang populer saat itu.
Musik Adalah Penghubung Musik telah menjadi pedoman baru bagi generasi muda ini, dan saya yakin ini adalah konten paling ampuh untuk merangkul milenial via ponsel.
Dalam sebuah laporan yang diterbitkan oleh Momentum Worldwide, 90 persen milenial mengklaim bahwa musik membantu mereka melarikan diri ke tempat yang membantu mereka mengatasi masalah dan membuat momen menjadi lebih baik dan 80Â persen mengklaim bahwa musik membuat mereka merasa lebih percaya diri.
Musik juga memicu kenangan akan pesan dan pengalaman. Para ilmuwan di UC Davis, Live Science melaporkan, menggunakan scan otak untuk menunjukkan bagaimana musik dan ingatan saling terkait. Ketika kita memikirkan momen penting dalam hidup kita, ada kemungkinan besar kita akan mengingat sebuah lagu bersamaan dengan ingatannya, atau lagunya akan memicu kenangan akan suatu peristiwa.
Musik juga membantu meningkatkan ingatan terhadap brand, yang memberdayakan kepercayaan, kepribadian dan kesadaran terhadap sebuah brand. Banyak orang Indonesia yang saya ajak bicara masih ingat jingle iklan merek lokal, seperti "Susu saya, susu bendera" oleh Frisian Flag, atau "Indomie Seleraku" yang legendaris dari Indofood, meski iklan ini sudah tidak ditayangkan selama bertahun-tahun! .
Jingle ini menciptakan hubungan yang mendalam antara mereka dan brand. Saat ini, banyak merek juga mengikuti konsep periklanan yang melibatkan musik, seperti Djarum Coklat bersama Nugie atau JD.ID "Kena Tipu", dan Tokopedia "Rayakan Kebebasan bersama Iwa K".
Musik, seperti fashion, sangat subjektif dan merupakan cerminan tidak hanya selera individu, tapi juga gaya hidupnya. Sama seperti orang mengekspresikan diri mereka melalui musik, merek juga bisa mengekspresikan diri melalui media musik; dan dengan berbuat demikian, dapat menciptakan pengalaman brand digital terbaik bagi konsumen.
Misalnya, perusahan fashion raksasa H&M melibatkan pembeli melalui mixer musik yang dapat disesuaikan yang terpasang di katalog selulernya. Konsumen di Hong Kong, Singapura, China dan Malaysia dapat membuat daftar putar yang dipersonalisasi dan mendengarkan lagu favorit mereka saat melihat-lihat katalog H&M terbaru.
Untuk membuat platform tersebut menjadi bahkan lebih kreatif, sebagai bagian di dalam toko, menggunakan interaksi iPad, memadukan gaya musik khas dengan berbagai item mode. Selain itu, pelanggan juga didorong untuk membagikan daftar lagu H&M di media sosial, dengan hadiah dan kontes sebagai penarik tambahan.
Saya sangat percaya bahwa, dengan berhubungan erat dengan musik, merek dapat terhubung lebih dalam dengan audiens mereka. Kebetulan, berkat streaming, musik sekarang adalah bagian utama dari pengalaman mobile dan oleh karena itu, memberi kesempatan bagi brand untuk menjadi bagian dari rutinitas mobile Milenial saat ini.
Mengerti Milenial Melalui Musik dan Teknologi
Menciptakan momen yang menarik untuk mempengaruhi persepsi konsumen tentang brand dan mengubah pembeli menjadi pelanggan adalah tujuan setiap pemasar brand. Tapi untuk melakukan ini, sangat penting bagi brand untuk memahami apa yang konsumen inginkan, kapan mereka menginginkannya dan di mana mereka menginginkannya.
Pandangan saya adalah bahwa streaming musik adalah ‘ladang emas’ yang memungkinkan brand mengumpulkan pengetahuan tentang pelanggan mereka, tanpa mengganggu. Memang, musik adalah media konten yang berulang-ulang; tidak seperti film, surat kabar atau acara TV yang biasanya hanya Anda tonton sekali.
Ketika mereka menemukan musik yang mereka sukai, orang akan mendengarkannya berulang-ulang, yang memberi tahu lebih banyak tentang preferensi mereka. Juga, apa yang dimainkan seseorang sering menunjukkan lebih banyak tentang mereka saat ini: apakah mereka dalam aktivitas (olahraga, bekerja, santai, bepergian, berpesta) atau dalam suasana hati tertentu (bahagia, sedih, pahit, genit)? Merangkai pesan brand ke keadaan mental konsumen saat ini sebenarnya adalah apa yang disukai orang.
Beberapa aplikasi streaming musik menawarkan brand sebuah kesempatan untuk mensponsori mix musik untuk menyasar khalayak tertentu sesuai dengan genre, selera, atau momen tertentu. Adidas, misalnya, bisa menggunakan mix musik hip-hop untuk mempromosikan jajaran sepatunya ke khalayak Indonesia.
Tapi bayangkan jika anda bisa memanfaatkan promosi dan teknologi suar geo-fence di atas itu, untuk memungkinkan Anda mendapatkan diskon 30 persen saat pengguna berada di dekat toko ritel Adidas.
Seorang pria muda Indonesia mendapatkan deal manis untuk sepatu kets barunya, sembari mendengarkan lagu hip-hop favoritnya, bagaikan paduan yang dibuat di surga ritel, dan begitulah momen ajaib konsumen-brand terjadi.
Sayangnya, tidak banyak aplikasi musik yang memfasilitasi interaksi semacam ini namun saya yakin ini tidak hanya mungkin terjadi, namun tak dapat dihindari. Melalui alat intelijen bisnis, pemasar harus dapat menciptakan karakter pembeli, memungkinkan mereka memberikan penawaran yang relevan dan kontekstual, yang sebagai gantinya tidak hanya membuat konsumen terlibat tetapi juga mendorong konversi yang tinggi dengan memberikan pesan yang tepat, kepada orang yang tepat, di saat yang tepat.
Berbicara tentang konversi, dalam sebuah studi kasus yang kami lakukan di Q2 tahun 2016 menggunakan iklan audio yang dapat diklik dan mix musik bermerek dengan mitra brand, kami melihat sampai dengan 13 persen Click Through Rate (CTR). Ini secara signifikan lebih tinggi daripada performa rich banner CTR, yang biasanya berukuran sekitar 1% - 1,5%.
Saya yakin performa bagus ini pada dasarnya adalah karena kami mempromosikan produk tersebut kepada persona pembeli yang tepat. Mengingat itu, saya pikir terbukti bahwa iklan audio yang dikombinasikan dengan streaming musik bisa sangat efektif, dan memberikan kinerja dan konversi yang jauh lebih baik daripada spanduk digital biasa.
Di Indonesia, saya percaya bahwa musik adalah pilar di mana brand dapat membangun persona pemasaran yang sangat berharga melalui berbagai metode keterlibatan dan kecerdasan bisnis.
Membuat brand konsumen melangkah lebih jauh dalam memberikan metode komunikasi narrowcast kepada konsumen mereka tidak hanya akan menghasilkan pendapatan yang besar untuk brand dan artis, namun juga akan memastikan bahwa konsumen senang, dan mendapatkan pesan yang relevan yang mereka hargai. Apakah itu bisa dicapai? Saya yakin pasti bisa!
Â
Â
Â
Â
Mengintegrasi Musik Streaming ke Strategi Pemasaran
Karena periklanan menjadi lebih kompetitif dan canggih, sangat penting bagi brand untuk menemukan cara inovatif untuk terlibat dengan pelanggan. Hal ini memerlukan pengalaman pribadi yang dapat dikaitkan pelanggan pada tingkat emosional - dan musik dapat memberikan pengalaman itu.
Menurut Forbes, millenial mencari brand untuk menciptakan pengalaman otentik dalam rangka membangun kepercayaan. Dan cara tercepat untuk membangun kepercayaan dengan milenial adalah melalui musik karena ia berbicara kepada mereka pada tingkat yang lebih dalam dan ini adalah 'soundtrack kehidupan mereka'.
Pemasar yang cerdas sekarang banyak berinvestasi pada strategi seluler, dan pendapatan iklan seluler di Indonesia saja ditargetkan meningkat empat kali lipat dari US$ 6 juta di tahun 2013 menjadi 24 juta dolar AS pada tahun 2018. Tampaknya sebagian besar pemasar secara tradisional memilih untuk berfokus pada apa yang orang lihat dengan mata mereka, dan bukan apa yang mereka dengar, meski ini mulai berubah.
Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa saat ini kita hidup dalam generasi di mana musik dapat menembus ke dalam pikiran dan menjangkau orang-orang dengan cara yang tidak dapat dilakukan pemasaran biasa, dan mereka yang berada di garis terdepan memanfaatkan hal ini.
Di dunia kita yang cepat berubah, saya pikir ada satu hal yang tetap sangat konsisten - kekuatan musik. Musik selalu menjadi cara yang ampuh untuk terhubung dengan orang-orang di sekitar kita, yang telah menjadikannya alat pengikat yang hebat untuk brand selama bertahun-tahun.
Metode tradisional untuk menggunakan musik sebagai alat pengikat selalu rumit, mahal dan seringnya sangat sulit untuk mengukur kinerja kampanye. Sayangnya, ini membuat banyak pemasar tidak menggunakan musik dalam strategi keterlibatan pelanggan mereka.
Beberapa waktu yang lalu, saya bertemu dengan sebuah telco yang memiliki beberapa kesulitan untuk mempertahankan sensasinya setelah mereka meluncurkan serangkaian konser musik berskala besar, disertai dengan kampanye Budget yang tinggi. Setelah acara musik selesai, hampir tidak ada yang menyebutkan merek telco tersebut lagi; tidak ada kabar dari mulut ke mulut, dan media sosial mengabarkan bahwa mereka telah anjlok.
Manajemen mereka merasa bahwa kampanye tersebut tidak menghasilkan daya tarik yang cukup. Saya percaya bahwa jika ada kapal berisi penonton sebelum, selama, dan setelah acara tersebut, mereka akan memiliki lebih banyak waktu untuk mengikat pelanggan mereka, terlibat dengan mereka dan meningkatkan kesadaran akan produk mereka.
Ini adalah awal dari sebuah ide untuk fitur baru yang sejak saat itu telah diintegrasikan ke dalam salah satu layanan streaming kami. Menyadari bahwa brand membutuhkan platform untuk mendukung kampanye dengan anggaran tinggi dan membantu mereka membangun pemirsa mereka, kami mengembangkan Brand Channel sebagai saluran bagi brand untuk mendapatkan ruang untuk berkomunikasi lebih dalam ke pemirsa musik.
Saluran khusus di aplikasi streaming musik mobile membantu brand untuk mempertahankan tingkat keterlibatan yang baik dan memberi kesempatan untuk berhubungan kembali dengan pemirsa mereka yang sudah tertarik.
Beberapa platform streaming musik saat ini memungkinkan pemasar Indonesia mengintegrasikan musik ke dalam strategi pemasaran konten mereka dengan mudah, atau dengan harga yang wajar, dan tanpa perlu khawatir dengan lisensi musik.
Tetapi dengan berfokus kepada menyediakan brand dengan kesempatan untuk membangun kampanye yang mempromosikan produk mereka, dan kemudian mengukur dampak langsung pada tingkat keterlibatan, atau bahkan konversi dan penjualan setelah kampanye selesai, ini bisa menjadi perubah permainan untuk brand dan pemasar. Saya percaya ini adalah arah pemasaran lewat ponsel.
Penulis adalah Con Raso, salah satu pendiri Nada Kita Indonesia dan Managing Director Tuned Global
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini
Advertisement