Liputan6.com, Jakarta - Tinggal selangkah lagi WhatsApp memenangkan gugatan pengadilan melawan pembesut software mata-mata (spyware) asal Israel NSO Group.
Kemenangan WhatsApp di mata hukum ini didukung oleh mangkirnya NSO Group di pengadilan California, Amerika Serikat.
Sebelumnya, WhatsApp menggugat NSO Group pada Oktober lalu. Penyebabnya, pihak WhatsApp menemukan bukti perusahaan mata-mata itu telah menyalahgunakan celah yang ada di aplikasi pesan untuk diam-diam membobol ratusan smartphone.
Advertisement
Baca Juga
Mengutip laman Reuters, Kamis (5/3/2020), gugatan tersebut memicu pengungkapan tentang pekerjaan mata-mata yang dilakukan NSO terhadap ratusan pengguna WhatsApp di seluruh dunia.
Kasus ini diawasi dengan ketat, tak hanya karena terkait dengan teknologi peretasan tingkat tinggi, tetapi juga karena tak biasanya penyedia layanan utama seperti WhatsApp menuntut perusahaan perusahaan peretasan atas nama penggunanya.
NSO pun menyebut pihaknya bakal melawan tudingan itu dengan keras, namun perusahaan Israel itu malah tidak hadir dalam pengadilan di Northern Distric, California.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Salinan Gugatan Sampai Dikirimkan ke Istri Pendiri NSO
Dokumen hukum yang diajukan WhatsApp merinci, ada upaya berulang kali untuk mengirimkan surat gugatan baik lewat dokumen, email ke eksekutif senior, salinan dikirim via FedEx kepada anggota dewan NSO. Bahkan, salinan gugatan juga diserahkan secara manual kepada istri pendiri NSO Omri Lavie di rumahnya yang ada di New Jersey.
Dalam pernyataannya, WhatsApp mencatat, NSO tidak menghadiri sidang dan bertatap muka dengan hakim. Mereka juga menyebut, pihak WhatsApp akan terus mengejar akuntabilitas yang cepat dari pengadilan di AS.
NSO pun memberikan respons, menyebut WhatsApp tidak memberikan gugatan dengan benar. "Pemberitahuan default ini tidak akan berlaku," kata pihak NSO.
Advertisement
Peretasan WhatsApp
November lalu, beredar kabar bahwa peretas memanfaatkan celah keamanan pada WhatsApp untuk memata-matai sejumlah pejabat senior pemerintah beberapa negara.
Dilaporkan bahwa si peretas menggunakan perangkat lunak milik NSO Group untuk mengambil alih smartphone pengguna lewat celah keamanan itu.
Mengutip Reuters, Minggu (3/11/2019), sumber yang mengetahui tentang investigasi internal WhatsApp terkait peretasan ini mengatakan, sejumlah korban yang diretas adalah pejabat penting pemerintah dan petinggi militer.
Tak hanya pejabat di Amerika Serikat, orang-orang penting yang jadi target tersebar di 20 negara di 5 benua. Kebanyakan dari mereka ini adalah pejabat dari negara-negara sekutu Amerika Serikat.
Rupanya, peretasan yang dimaksud memakan lebih banyak korban daripada yang diumumkan WhatsApp sebelumnya, terutama dari kalangan pejabat pemerintah berbagai negara.
Menurut informasi, para korban adalah pejabat di Amerika Serikat, Uni Emirat Arab, Bahrain, Meksiko, hingga Pakistan dan India.
Sebelumnya, WhatsApp telah melayangkan gugatan hukum kepada NSO Group.
(Tin/Ysl)