Liputan6.com, Jakarta - Kampanye boikot Facebook Ad kini tengah mengemuka di kalangan merek (brand) dan agensi periklanan. Gerakan itu muncul sebab Facebook dianggap tidak serius dalam mengatasi ujaran kebencian dan misinformasi di platformnya.
Dikutip dari Forbes, Selasa (23/6/2020), kampanye yang diberi nama #StopHateForProfit ini sudah mendapat dukungan sejumlah merek ternama. Salah satu yang pertama bergabung adalah North Face.
Selain North Face, merek lain yang juga menyusul bergabung dalam kampanye ini adalah REI. Selain Facebook Ad, merek apparel outdoor ini juga akan melakukan boikot iklan di Instagram.
Advertisement
Baca Juga
Lalu ada pula platform freelance Upwork yang mengatakan menunda iklannya di Facebook pada bulan Juli. Baru-baru ini, brand Patagonia juga melakukan hal serupa.
Menyusul brand sebelumnya, CMO dari perusahaan password manager Dashlane, Joy Howard, juga mengambil sikap senada. Mereka akan menghentikan unggahan berbayar dan organik di Instagram maupun Facebook.
Selain sejumlah brand, agensi periklanan terkemuka 360i juga mendorong kliennya untuk bergabung dengan gerakan untuk memboikot Facebook Ad.
Awal Mula Gerakan Ini Muncul
Praktik moderasi konten di platform Facebook disebut menjadi salah satu pemicu awal gerakan ini. Termasuk ke dalam gerakan ini adalah National Association for the Advancement of Colored People (NAACP), Color of Change, dan Anti-Defamation League.
Mereka mengatakan tidak akan mendukung perusahaan yang lebih mengutamakan keuntungan.
"Facebook tetap tidak mau mengambil langkah signifikan untuk menghapus propaganda politik dari platformnya," kata Presiden dan CEO di NAACP Derrick Johnson dikutip dari Forbes.
Dia menilai Zuckerberg dan perusahaannya tidak hanya sekadar lalai, tetapi juga berpuas diri dalam penyebaran misinformasi di platformnya.
"Tindakan semacam ini akan menjungkirbalikkan integritas Pemilihan Umum mendatang. Kami tidak akan mendukung hal ini,"Â ujar Derrick.Â
Advertisement
Jadi Sorotan
Facebook, beberapa pekan terakhir, telah mendapat sorotan tajam terkait bagaimana perusahaan menangani konten dari Presiden AS Donald Trump.
Di berbagai kota di AS berlangsung aksi protes terkait yang didasari ketidakadilan rasial. Namun, di Facebook sang petahana malah menggambarkan para pemrotes itu sebagai "penjahat".
Sementara Twitter memutuskan untuk menyembunyikan konten serupa di platformnya karena dinilai melanggar kebijakan perusahaan, Facebook malah berdiam diri dan tidak mengambil tindakan apa pun untuk menangani konten tersebut.
(Dam/Why)