Pengguna YouTube Kini Bisa Atur Kualitas Video secara Mandiri

YouTube akhirnya memungkinkan pengguna untuk mengatur resolusi bawaan video yang diputar di platformnya.

oleh Agustinus Mario Damar diperbarui 22 Okt 2020, 10:30 WIB
Diterbitkan 22 Okt 2020, 10:30 WIB
Ilustrasi YouTube, Aplikasi YouTube
Ilustrasi YouTube, Aplikasi YouTube. Liputan6.com/Mochamad Wahyu Hidayat

Liputan6.com, Jakarta - YouTube akhirnya memungkinkan pengguna mengatur sendiri resolusi bawaan video yang diputar di platformnya. Pengaturan resolusi ini berlaku untuk pemutaran video dengan Wi-Fi maupun data seluler.

Seperti diketahui, YouTube biasanya menampilkan resolusi video secara otomatis tergantung jaringan internet atau pengaturan video sebelumnya. Hal ini berlaku per video, tidak untuk seluruh konten yang ditonton.

Seperti dikutip dari Android Police, Kamis (22/10/2020), lewat pengaturan baru ini, pengguna bisa menentukan resolusi video yang diinginkan untuk keseluruhan konten yang ada di aplikasi tersebut.

Nantinya, pengguna YouTube dapat menentukan sendiri resolusi video yang ditayangkan, mulai dari resolusi tinggi dengan konsumsi data lebih banyak atau resolusi rendah yang hemat data.

Namun opsi otomatis untuk menampilkan video tergantung kualitas internet pengguna tetap ada.

Untuk sekarang, pengaturan ini memang masih dalam tahap beta dan belum dapat diakses semua pengguna. Hanya fitur ini disebut dapat membantu pengguna untuk tidak perlu repot lagi mengatur resolusi setiap video yang ingin ditonton.

Kehadiran fitur ini di YouTube sebenarnya sudah diketahui sejak Maret 2020, tapi baru  meluncur sekarang. Hanya mengingat belum seluruh penggguna menerimanya, ada kemungkinan fitur ini akan digulirkan secara bertahap.

YouTube Bakal Blokir Video Anti Vaksin Covid-19

Vaksin corona
Vaksin corona sudah tiba di Indonesia dan akan diuji klinis oleh Bio Farma./ cottonbro from Pexels

Di sisi lain, YouTube telah menegaskan bakal melarang konten yang bertolak belakang dengan pandangan WHO termasuk otoritas kesehatan setempat mengenai vaksin, terutama Covid-19.

Dilansir Engadget, Kamis (15/10/2020), YouTube mengatakan akan menghapus video yang menyatakan vaksin Covid-19 dapat membunuh, membuat tidak subur, bahkan menjadi cara pemerintah menanamkan chip di manusia.

Pertanyaan itu diungkapkan oleh layanan Google tersebut melalui unggahan di blog. Sebelumnya, platform ini juga sudah menyingkirkan video yang berisi anggapan bahwa Covid-19 tidak ada.

Lalu pada April lalu, YouTube juga sudah menghapus sejumlah konten yang menghubungkan Covid-19 dengan teknologi jaringan seluler terbaru 5G.

Sejak Februari tahun ini, platform tersebut mengatakan telah menghapus lebih dari 200 ribu video yang berisi informasi menyesatkan atau salah mengenai Covid-19.

Sebagai langkah selanjutnya, YouTube memiliki rencana untuk memungkinkan otoritas setempat melakukan sosialisasi mengenai vaksin Covid-19 di platformnya.

Facebook Akan Larang Iklan yang Membuat Orang Enggan Divaksin

China Pamerkan Vaksin Covid-19 di Pameran
Kandidat vaksin Sinovac Biotech LTD untuk virus corona Covid-19 terlihat dipajang dalam Pameran Internasional China untuk Perdagangan Jasa (CIFTIS) di Beijing pada 6 September 2020. Untuk pertama kalinya, China akhirnya resmi memamerkan produk dalam negeri vaksin COVID-19. (NOEL CELIS/AFP)

Sebelum YouTube, Facebook juga sudah melakukan langkah serupa. Facebook akan melarang iklan yang menghalangi orang untuk divaksinasi.

Gerakan ini merupakan kampanye kesehatan masyarakat baru dari perusahaan yang bertujuan untuk menyebarkan informasi vaksin flu.

Perubahan tersebut merupakan kebalikan dari kebijakan Facebook sebelumnya, yang melarang iklan dengan informasi salah tentang vaksin, tetapi mengizinkan iklan yang menyatakan penolakan vaksin jika tidak mengandung klaim palsu.

Namun, perusahaan mengatakan dalam sebuah blog, bahwa mereka masih akan mengizinkan iklan yang mendukung atau menentang undang-undang atau kebijakan pemerintah tentang vaksin, termasuk vaksin Covid-19.

Konten dan diskusi anti-vaksin akan tetap diizinkan untuk ditampilkan secara organik di platform, termasuk di grup Facebook. Demikian sebagaimana dikutip dari Guardian, Rabu (14/10/2020).

Analisis Guardian menemukan keterlibatan dengan unggahan anti-vaksin pada sampel halaman Facebook, melonjak pada musim panas ini.

(Dam/Ysl)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya