CEO Indodax Sebut Tiongkok Larang Kripto Bukanlah Hal Baru

CEO Indodax mengatakan bahwa larangan Tiongkok terhadap kripto mirip dengan apa yang mereka lakukan pada Google dan Facebook, yang masih berjaya hingga sekarang

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 29 Sep 2021, 07:30 WIB
Diterbitkan 29 Sep 2021, 07:30 WIB
Bitcoin - Image by mohamed Hassan from Pixabay
Ilustrasi kripto Bitcoin - Image by mohamed Hassan from Pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Larangan Bank Sentral Negara Republik Rakyat Tiongkok terhadap aset kripto membuat harga mata uang kripto kembali anjlok, setelah sebelumnya pasar sudah mengalami merah beberapa hari.

Meski begitu, CEO Indodax Oscar Darmawan masih optimistis dengan menyebut bahwa atensi dan minat masyarakat di dunia terhadap bitcoin dan mata uang kripto masih besar.

Dalam siaran pers yang diterima Tekno Liputan6.com, Selasa (28/9/2021), Oscar pun mengatakan bahwa investor Bitcoin dan lain-lain tidak perlu was-was.

"Menurut saya, pengumuman ini hanya akan berdampak jangka pendek karena aksi market jual yang sifatnya memang hanya sementara. Namun secara jangka panjang tidak akan berdampak," katanya.

Oscar mengatakan, pelarangan transaksi kripto oleh Tiongkok bukanlah hal yang baru. Di awal 2021, negeri tirai bambu sudah mengumumkan akan menindak tegas seluruh aktivitas penambangan kripto.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Bukan Pertama Kalinya

Ilustrasi aset kripto, mata uang kripto, Bitcoin, Ethereum, Ripple
Ilustrasi aset kripto, mata uang kripto, Bitcoin, Ethereum, Ripple. Kredit: WorldSpectrum via Pixabay

Selain itu, grup industri keuangan Tiongkok pada Mei 2021 yaitu Asosiasi Keuangan Internet Nasional Tiongkok, Asosiasi Perbankan Tiongkok, dan Asosiasi Pembayaran dan Kliring Tiongkok juga melarang perdagangan kripto.

Oscar juga mengatakan, Bitcoin sejak tahun 2013 juga sudah dilarang di Tiongkok.

"Pada 2017, pemerintahan Tiongkok pernah menutup bursa kripto lokal. Kemudian di Juli 2018, People's Bank of China mengatakan ada sekitar 80 platform perdagangan kripto dan Initial Coin Offering yang ditutup," katanya. 

Oscar menambahkan, "Pada 2019, People's Bank of China mengeluarkan pernyataan akan memblokir akses ke semua bursa kripto domestik dan asing serta situs web Initial Coin Offering."

Google dan Facebook Juga Dilarang

Ilustrasi Mata Uang Kripto, Mata Uang Digital. Kredit: WorldSpectrum from Pixabay
Ilustrasi Mata Uang Kripto, Mata Uang Digital. Kredit: WorldSpectrum from Pixabay

Oscar melanjutkan, langkah tegas Tiongkok terhadap transaksi kripto tidak perlu dikhawatirkan, mengingat banyak negara yang justru mendukung pertumbuhan asetnya termasuk Indonesia.

Ia mengatakan, Indonesia memperbolehkan aset kripto menjadi suatu komoditas dan sudah resmi diatur di bawah Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

"Ekosistem Tiongkok dirancang tertutup termasuk internet. Tiongkok memblokir YouTube, WhatsApp, Facebook, Google dan menciptakan layanannya sendiri, namun keempat layanan tersebut toh tetap berjaya sampai saat ini," kata Oscar.

Selain itu Oscar menjelaskan, aset kripto juga dapat disimpan secara luring menggunakan USB flashdrive, yang membuatnya menjadi lebih sulit apabila ada pihak yang menghalanginya memiliki aset tersebut.

"Saya sendiri masih optimistis terhadap kripto dan bitcoin. Karena apa? Negara negara lain termasuk 'negara barat' toh mendukung inovasi ini. Berita dari Tiongkok hanya berita usang sejak tahun 2013 dan bukan merupakan sesuatu yang baru," ujarnya memungkasi.

INFOGRAFIS: 10 Mata Uang Kripto dengan Valuasi Terbesar

INFOGRAFIS: 10 Mata Uang Kripto dengan Valuasi Terbesar (Liputan6.com / Abdillah)
INFOGRAFIS: 10 Mata Uang Kripto dengan Valuasi Terbesar (Liputan6.com / Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya