Google Resmi Matikan Cookie Pihak Ketiga di Chrome, Ini yang Perlu Kamu Ketahui!

Google telah mematikan cookie pihak ketiga untuk sebagian pengguna Chrome sebagai bagian dari proyek Privacy Sandbox. Simak apa yang perlu kamu ketahui tentang perubahan ini dan bagaimana cara mengaktifkan kembali cookie jika diperlukan.

oleh Yuslianson diperbarui 07 Jan 2024, 15:31 WIB
Diterbitkan 07 Jan 2024, 15:00 WIB
Google Chrome
Google Chrome. Dok: bgr.com

Liputan6.com, Jakarta - Google resmi mematikan atua menonaktifkan cookie pihak ketiga untuk satu persen pengguna Chrome, setelah mengumumkan proyek Privacy Sandbox sebelumnya,

Pengumuman Google matikan cookie pihak ketiga ini diumumkan pada akhir tahun 2023, di mana akan mulai berlaku untuk satu persen pengguna Chrome global.

Mengutip Engadget, Minggu (7/1/2024), suntik mati cookie pihak ketiga di Google Chrome ini akan digelar secara acak mulai tanggal 4 Januari.

Mengingat Chrome sendiri mengantongi separuh pangsa pasar browser dunia, dan menurut Gizmodo, itu berarti Google telah mematikan cookie untuk 30 juta pengguna.

Apakah kamu salah satu dari pengguna Chrome yang terkena dampaknya? Disebutkan, pengguna yang cookie-nya mati akan melihat notifikasi saat mereka meluncurkan browser.

Saat membuka browser, akan muncul informasi memberitahukan mereka adalah orang pertama yang akan sudah menggunakan fitur Tracking Protection.

Google menjelaskan, fitur ini akan membatasi situs menggunakan cookie pihak ketiga untuk melacak pengguna saat mereka menjelajah internet.

Bagi sejumlah situs yang belum beradaptasi dengan perubahan ini, raksasa mesin pencari itu masih mengizinkan pengguna untuk mengaktifkan kembali cookie pihak ketiga untuk sementara.

Caranya dengan mengeklik ikon mata di bilah browser, untuk menonaktifkan fitur baru milik Google tersebut.

 

Apa Itu Privacy Sandbox Google

Tampilan baru Google Chrome
Tampilan baru Google Chrome (Foto: The Next Web)

Seperti namanya, Privacy Sandbox Google dirancang untuk menjadi alternatif cookie memungkinkan pengiklan menayangkan iklan kepada pengguna sekaligus melindungi privasi mereka.

Pengguna akan dibagi ke dalam grup berdasarkan minat mereka, atau berdasarkan aktivitas penjelajahan terbaru mereka.

Dengan ini, pengiklan dapat menggunakan informasi tersebut untuk mencocokkan mereka dengan iklan relevan.

Sistem ini seharusnya tidak terlalu invasif dibandingkan cookie — semua data dan pemrosesan dilakukan di perangkat itu sendiri, dan Google mengatakan akan menyimpan minat pengguna selama tiga minggu.

Proyek ini telah menarik perhatian regulator karena kekhawatiran, hal itu akan membuat perusahaan menjadi lebih kuat dari sebelumnya.

Namun jika semuanya berjalan lancar, Google akan terus meluncurkan Tracking Protection selama beberapa bulan ke depan hingga cookie pihak ketiga dinonaktifkan untuk semua pengguna Chrome pada pertengahan tahun 2024.

Google Siap Ganti Rugi Rp 77 Triliun Terkait Mode Incognito

Google Doodle New Year's Eve 2023, hitung mundur Google untuk sambut Pergantian Tahun Baru 2024.  (Liputan6.com/ Agustin Setyo Wardani).

Di sisi lain, Google menyetujui kesepakatan untuk menyelesaikan gugatan class action, terkait pengguna merasa ditipu oleh mode incognito di browser Chrome.

Dengan ini, Google bayar ganti rugi sebesar USD 5 miliar atau sekitar (Rp 77 triliun) karena dianggap mengumpulkan data pribadi pengguna.

Mengutip The Guardian, Jumat (5/1/2023), raksasa pencari itu disebut telah menyesatkan pengguna dengan meyakini, Google tidak akan melacak aktivitas internet mereka saat menggunakan mode privat.

Diduga, perusahaan masih tetap melacak kunjungan dan aktivitas situs pengguna meskipun sudah mengaktifkan mode "private" di mode incognito saat browsing menggunakan teknologi Google.

Tak hanya itu, penggugat juga menuduh "Google telah menjadi gudang informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan" tentang data pribadi dan aktivitas pengguna.

Adapun gugatan class action ini sudah mencapai kesepakatan minggu lalu, dan masih menunggu persetujuan hakim federal di AS.

Walau persyaratannya tidak diungkap, kedua pihak mereka sudah menyetujui lembar persyaratan mengikat via mediasi.

Kabarnya, penyelesaian formal kasus ini diperkirakan akan diberikan pada 24 Februari 2024.

Setelah gagal menolak gugatan, raksasa mesin pencari akhirnya sepakat untuk menyelesaikan kasus ini dengan membayar ganti rugi sebesar USD 5 juta atau sekitar Rp 77 juta ke masing-masing pengguna.

Google Hadirkan Reaksi Emoji pada Gmail

Suasana kantor pusat Google di Googleplex, Mountain View, Palo Alto, California. Liputan6.com/Jeko Iqbal Reza

Lebih lanjut, Google baru-baru ini menghadirkan reaksi emoji atau reaction di Gmail. Mengutip informasi dari The Verge, Minggu (8/10/2023), fitur ini pertama kali diungkap bulan lalu, dan kini telah resmi diluncurkan.

Google mengatakan, fitur ini akan diluncurkan secara bertahap di Gmail, dimulai pengguna Android kemudian situs web. Lalu, fitur ini akan menyusul dalam beberapa bulan ke depan di iOS.

Jika kamu sudah memiliki akses, kamu akan melihat emoji tersenyum (🙂) di bagian bawah pesan. Klik emoji tersebut untuk memilih emoji dari menu, lalu ketuk dan kirim. 

Beberapa emoji akan memiliki efek khusus, seperti emoji konfeti yang akan muncul dalam animasi satu halaman penuh. Sekadar diketahui, fitur ini mirip dengan emoji yang digunakan untuk merespons postingan media sosial atau reaksi di WhatsApp.

Nantinya, pengguna dapat menyentuh dan menahan reaksi yang diberikan untuk mengetahui pengirimnya. Untuk menggunakan reaksi yang sama dengan orang lain, kamu tinggal ketuk reaksi tersebut.

Jika kamu menggunakan email client pihak ketiga, reaksi akan diterima sebagai email terpisah. Selain itu, ada beberapa keterbatasan pada reaction yang diberikan. 

Pengguna tidak bisa memakai reaction dengan akun sekolah atau kantor. Reaksi emoji tersebut juga tidak akan tersedia jika pengguna mengirimkan pesan Gmail ke lebih dari 20 orang atau ke daftar email grup. 

Tidak hanya itu, kamu juga tidak akan bisa memberikan reaksi pada pesan, apabila telah mengirimkan lebih dari 20 reaction di pesan tersebut. 

Google Perluas Pencarian Berbasis AI untuk Remaja

Google Chrome. (Pixabay)

Di samping itu, Google memperluas akses ke pengalaman pencarian yang didukung kecerdasan buatan generatif, atau SGE, untuk remaja berusia 13 hingga 17 tahun.

Mulai minggu ini pengguna berusia antara 13 hingga 17 tahun yang masuk ke akun Google, dapat mendaftar ke Search Labs perusahaan.

“AI generatif dapat membantu generasi muda mengajukan pertanyaan yang biasanya tidak dapat dijawab oleh mesin pencari dan mengajukan pertanyaan lanjutan untuk membantu mereka menggali lebih dalam,” kata perusahaan itu dalam unggahannya, sebagaimana dikutip CNET, Sabtu (30/9/2023).

Google menyatakan bahwa pengguna berusia 18 hingga 24 tahun yang saat ini memiliki akses ke SGE merasa pengalaman ini sangat berguna.

Mereka memberikan umpan balik sangat positif tentang bagaimana kemampuan ini memungkinkan pencarian informasi dengan cara yang lebih komunikatif dan alami.  

SGE dalam penelusuran dan SGE saat menjelajah dapat diaktifkan atau dinonaktifkan dari laman beranda Google Search Labs.

Dan dari penggunaan kata 'bertanggung jawab' pada judul unggahan, terlihat jelas bahwa Google menyadari mencampurkan kecerdasan buatan dan pengguna yang lebih muda dapat menimbulkan kontroversi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya