Google Kembali Tunda Penghentian Cookies Pihak Ketiga di Chrome, Apa Alasannya?

Awal 2024, Google sempat menonaktifkan cookies untuk satu persen pengguna Chrome, namun upaya tersebut terhenti begitu saja.

oleh Iskandar diperbarui 26 Apr 2024, 12:00 WIB
Diterbitkan 26 Apr 2024, 12:00 WIB
Google Chrome
Google Chrome. (Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Google sudah lama berjanji akan menghapus cookies pihak ketiga di Chrome secara bertahap, namun hingga saat ini perusahaan belum juga melakukannya.

Google menjanjikan hal itu sejak 2020, lalu akan melakukannya kembali pada tahun 2023 dan kemudian pada 2024.

Awal 2024, Google sempat menonaktifkan cookies untuk satu persen pengguna Chrome, namun upaya tersebut terhenti begitu saja. Kini, perusahaan mengatakan bahwa inisiatif itu tidak akan terjadi hingga tahun depan. Demikian seperti dikutip dari Engadget, Jumat (26/4/2024).

Dalam hal ini Google bekerja sama dengan Otoritas Persaingan dan Pasar (Competition and Markets Authority/CMA) Inggris untuk memastikan bahwa alat apa pun yang diterapkan untuk menggantikan kemampuan pelacakan dan pengukuran cookies tidak bersifat anti-persaingan.

Alat-alat ini secara kolektif dikenal sebagai Privacy Sandbox dan Google mengatakan mereka harus menunggu hingga CMA memiliki “waktu yang cukup untuk meninjau” hasil uji industri yang akan diberikan pada akhir Juni 2024.

Privacy Sandbox Google kerap menimbulkan kontroversi dalam beberapa tahun terakhir. Alat ini menuai keluhan dari perusahaan teknologi iklan, penerbit, dan biro iklan--dengan alasan sulit dioperasikan, tidak cukup menggantikan cookies tradisional, dan memberikan terlalu banyak kekuasaan kepada Google.

Untuk mencapai tujuan tersebut, Google mengatakan telah menyadari tantangan yang sedang berlangsung terkait dengan merekonsiliasi masukan yang berbeda dari industri, regulator, dan pengembang.

Itu adalah alasan lain terkait penundaan penghentiaan cookies pihak ketiga di Chrome hingga tahun depan.

CMA bukan satu-satunya badan pengawas yang memberikan perhatian terhadap penerapan alat Privacy Sandbox saat ini.

Kantor Komisaris Informasi yang berbasis di Inggris menyusun laporan yang mengindikasikan bahwa alat ini dapat digunakan oleh pengiklan untuk mengidentifikasi konsumen.

Google Chrome Berbayar Resmi Diluncurkan, Cek Fitur dan Harganya

Google Chrome
Google Chrome. Dok: bgr.com

Google Chrome adalah salah satu browser (perambang) paling populer di dunia, karena mudah digunakan dan beragam fitur tambahan yang bisa dipasang.

Saking populernya, wajar bila Google Chrome selalu menjadi target hacker atau penyebar malware untuk mengeksploitasi celah keamanan di peramban tersebut.

Akan tetapi, raksasa mesin pencari tersebut tentunya tidak ingin tinggal diam dan terus memperbarui celah keamanan agar data pengguna mereka tetap aman dan tidak dicuri penjahat siber.

Karena itu, Google memberikan peningkatan keamanan di Chrome bagi pengguna bisnis. Disebut Chrome Enterprise Premium, browser berbayar ini akan hadir dengan keamanan tingkat tinggi.

Perkenalkan Chrome Enterprise Premium, di mana pengguna dapat memilih opsi Core (gratis) dan Premium (berbayar) seharga USD 6 atau Rp 96 ribuan per bulan.

Mengutip Android Police, Senin (15/4/2024), Google memposisikan produk fokus pada bisnis ini sebagai browser yang dapat memberikan perlindungan data lebih aman kepada pengguna saat online.

Lalu apa bedanya fitur Google Chrome Enterprise Premium berbayar dan gratis? Dijelaskan, versi berbayar sudah dilengkapi dengan fitur pencegah kehilangan data dan pemindai malware yang mendalam.

Sementara itu, bagi layanan Google Chrome Enterprise Core tidak memiliki kemampuan tersebut dan masih banyak lagi. Meski begitu, versi gratis ini juga tetap menawarkan perlindungan umum terhadap phishing dan malware.

Terlepas dari dua layanan baru tersebut, Google tidak melupakan pengguna Chrome standarnya. Baru-baru ini, perusahaan mulai menguji fitur keamanan baru.

Adapun fitur baru Google Chrome tersebut, pengguna memiliki kontrol lebih besar atas situs mana saya yang dapat mengakses mouse dan keyboard.

Ini mungkin terlihat hal kecil, tetapi fitur baru Google Chrome tersebut sangat bermanfaat dalam membatasi akses pelaku kejahatan terhadap informasi sensitif pengguna.* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Google Bakal Hapus Semua Data Browsing Milik Pengguna Chrome Incognito

Chrome Incognito
Chrome Incognito. Liputan6.com/Iskandar

Di sisi lain, Google dilaporkan bakal menghancurkan 'miliaran data' yang dikumpulkan secara tidak benar dari pengguna Chrome Incognito.

Perusahaan juga akan lebih transparan terkait pengumpulan data dan mempertahankan setelan yang memblokir cookies pihak ketiga Chrome secara default selama lima tahun ke depan.

Langkah yang dilakukan Google berkaitan dengan gugatan class action kepada perusahaan atas pelacakan pengguna Incognito oleh Chrome.

Diajukan pada tahun 2020, sebagaimana diwartakan The Wall Street Journal, gugatan tersebut mengharuskan Google membayar ganti rugi sebesar USD 5 miliar atau sekitar Rp 79,6 triliun.

Gugatan tersebut menuduh Google menyesatkan pengguna Chrome tentang mode Incognito. Perusahaan mengklaim telah memberi tahu pelanggan bahwa informasi mereka bersifat pribadi, meskipun perusahaan memantau aktivitas mereka.

Google Digugat Pengguna Chrome

Hal Ini Akan Terjadi Jika Kamu Buka 100 Tab di Google Chrome, Berani Coba?
Ilustrasi Google

Google membela praktiknya dengan mengklaim telah memperingatkan pengguna Chrome bahwa mode Incognito “bukan berarti ‘tidak terlihat’” dan situs masih dapat melihat aktivitas mereka.

Mengutip Engadget, Selasa (2/4/2024), gugatan tersebut awalnya meminta ganti rugi sebesar USD 5.000 (sekitar Rp 79,6 juta) per pengguna atas dugaan pelanggaran terkait penyadapan telepon federal dan undang-undang privasi California.

Google mencoba melawan gugutan itu, namun gagal. Hakim Lucy Koh memutuskan pada 2021 bahwa perusahaan “tidak memberi tahu” pengguna kalau mereka masih mengumpulkan data saat mode Incognito aktif.

Gugatan tersebut mencakup email, yang pada akhir tahun 2022 mengungkapkan secara publik tentang sejumlah kekhawatiran perusahaan tentang privasi palsu Incognito.

Pada 2019, Chief Marketing Officer Google Lorraine Twohill menyarankan kepada CEO Sundar Pichai bahwa “private” adalah istilah yang salah untuk mode Incognito pada Google Chrome karena berisiko memperburuk kesalahpahaman. 

INFOGRAFIS: Subsidi Kuota Internet Untuk Peserta Didik (Liputan6.com / Abdillah)

INFOGRAFIS: Subsidi Kuota Internet Untuk Peserta Didik (Liputan6.com / Abdillah)
INFOGRAFIS: Subsidi Kuota Internet Untuk Peserta Didik (Liputan6.com / Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya