Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) mengindikasikan adanya gejala deindustrialisasi dini di Indonesia.
Data menunjukkan rata-rata nilai tambah manufaktur sejak 2014 berada di angka 39,12%, menurun dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 41,64%.
Advertisement
Kondisi ini dinilai menjadi salah satu faktor penghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang selama ini berkutat di angka 5%.
Advertisement
Padahal, Presiden Prabowo Subianto menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8% di masa mendatang. Guna mencapai target ambisius tersebut, reindustrialisasi atau penguatan kembali sektor industri diyakini menjadi sebuah keniscayaan.
Ketua Umum PII, Ilham Akbar Habibie, menegaskan pentingnya peran insinyur dalam upaya reindustrialisasi.
"Untuk melakukan re-industrialisasi, dibutuhkan sangat banyak peran insinyur. PII akan terus berkolaborasi dengan pemerintah dan berbagai pihak, berperan aktif mendukung upaya-upaya menumbuhkan industri di Indonesia," kata Ilham Habibie saat acara pelantikan pengurus pusat PII periode 2024-2027 di Jakarta.
Melalui keterangan resminya, Selasa (21/1/2025), ia menjelaskan bahwa salah satu modal krusial dalam reindustrialisasi adalah ketersediaan insinyur profesional.
Perbandingan Jumlah Insinyur Indonesia dan Vietnam
Ilham Habibie mencontohkan negara-negara yang sukses dalam industrialisasi memiliki jumlah insinyur yang signifikan.
"Vietnam, misalnya, memiliki 9.000 insinyur per satu juta penduduk, sementara Korea Selatan bahkan mencapai 25.000 insinyur per satu juta penduduk," ucapn ya.
Ironisnya, Indonesia saat ini hanya memiliki sekitar 2.670 insinyur per satu juta penduduk. Kondisi ini menjadi perhatian serius PII.
"Kami berharap PII dapat mendukung pemerintah dalam upaya-upaya peningkatan jumlah insinyur Indonesia. Tidak hanya jumlah, tetapi juga peningkatan kualitasnya,” Ilham Habibie memungkaskan.
Advertisement