Tools For Humanity Bos OpenAI Siap Hadir di Indonesia, Usung Verifikasi Identitas Berbasis AI

Tools for Humanity, perusahaan teknologi yang didirikan oleh CEO OpenAI Sam Altman, bersiap masuk Indonesia dengan solusi verifikasi identitas berbasis AI.

oleh Agustinus Mario Damar diperbarui 11 Feb 2025, 06:30 WIB
Diterbitkan 11 Feb 2025, 06:30 WIB
Tools for Humanity
Ki-Kan: Damien Kieran, Chief Legal and Privacy Officer, Tools for Humanity, ⁠Noudhy Valdryno, Deputi Bidang Diseminasi dan Media Informasi Kantor Komunikasi Kepresidenan, ⁠Nick Pickles, Chief Policy Officer, Tools for Humanity. (Liputan6.com/Agustinus M. Damar)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Tools for Humanity, perusahaan asal Amerika Serikat tengah bersiap hadir ke pasar Indonesia. Perusahaan ini bergerak di bidang blockchain dan teknologi identitas digital.

Didirikan pada 2019 oleh Alex Blania sebagai CEO dan Sam Altman dari OpenAI yang bertindak sebagai Chairman, Tools for Humanity memiliki rencana mendorong perkembangan teknologi di Indonesia, khususnya di bidang kecerdasan buatan.

Menurut Chief Legal dan Privacy Officer Tools for Humanity Damien Kieran, perusahaan mereka hadir menawarkan solusi untuk menghadapi tantangan utama di era AI saat ini, yaitu membedakan manusia dari komputer.

"Itu terdengar sangat sederhana, tapi sebenarnya sangat rumit. Terutama di dunia AI," tutur Damien saat sesi bertemu dengan media bersama Kantor Komunikasi Kepresidenan di Jakarta.

Untuk mengatasi persoalan tersebut, Tools for Humanity pun mengembangkan solusi berupa protokol dan hardware yang diberi nama Orb. Solusi ini dikembangkan selama tiga tahun dengan nilai investasi mencapai USD 50 juta.

Dijelaskan oleh Damien, Orb memanfaatkan neural network AI untuk memverifikasi identitas manusia dengan mengambil gambar wajah dan mata, yang kemudian dikonversi menjadi kode unik.

"Tidak seperti pengenalan wajah yang dapat menghasilkan false positive dalam database, verifikasi melalui mata yang jauh lebih akurat," ujar Demien melanjutkan.

Kemudian, data yang dikumpulkan tersebut dienkripsi dan disimpan di berbagai universitas. Ia mengklaim, perusahaan tidak terlibat dalam penyimpanan identitas digital tersebut.

Nantinya, semua data tetap anonim dan hanya tersimpan di perangkat pengguna. Demien menuturkan, solusi yang ditawarkan Orb dapat diterapkan untuk berbagai keperluan.

Sebagai contoh, verifikasi di media sosial, mencegah pencurian dalam sistem kesejahteraan sosial, hingga memastikan keabsahaan seseorang ketika memberikan suara dalam pemilu.

"Dengan sistem ini, satu manusia hanya bisa memiliki satu identitas, yang dapat membantu mengatasi berbagai bentuk penipuan digital," ucapnya.

Tersedia Secara Open Source

Tidak hanya itu, aspek penting dari solusi yang ditawarkan Tools for Humanity adalah transparansi teknologi yang digunakan. Sebab, kode untuk protokol ini tersedia secara open-source di repositori publik seperti GitHub.

Dengan demikian, menurut Demien, siapa pun bisa mencoba dan membangunnya sendiri. Selain itu, keamanan data juga menjadi prioritas utama dalam sistem ini.

Disebutkan, data pribadi pengguna, seperti foto wajah dan kode iris akan dienkripsi ganda serta disimpan secara aman di perangkat pengguna.

Sistem ini memakai konsep Zero Knowledge Proof, yang memungkinkan verifikasi identitas tanpa berbagi informasi pribadi.

Kendati demikian, Demien menyatakan, solusi yang ditawarkan Tools for Humanity bukan bermaksud menggantikan identitas nasional atau identitas digital yang sudah dimiliki seseorang.

Ia menyatakan, solusi yang ditawarkan pihaknya lebih sebagai pelengkapi yang memungkinkan seseorang membuktikan keaslian mereka secara anonim dalam lingkungan digital. 

 

Dorong Regulasi yang Progresif

Muncul solusi baru yang dihadirkan ini pun disambut dengan baik oleh Deputi Bidang Diseminasi dan Media Informasi Kantor Komunikasi Kepresidenan Noudhy Valdryno.

Ia pun menyatakan, pemerintah dan kementerian terkait perlu memahami serta mempelajari teknologi ini agar bisa menyesuaikan regulasi yang tetap relevan dengan perkembangan teknologi.

"Yang kami inginkan kerangka kebijakan kita menjadi semakin progresif. Artinya begini, kalau kita membuat kebijakan di tahun 2025, jangan sampai tiba-tiba teknologi itu ternyata sudah di tahun 2045," ujarnya.

Oleh karena itu, ia berharap kebijakan pemerintah bisa terus progresif dengan memanfaatkan pembelajaran dari perkembangan teknologi sekarang ini, seperti diskusi yang dilakukan bersama Tools for Humanity.

Tidak hanya itu, Noudhy juga menuturkan, penting bagi pemerintah mempertimbangkan bagaimana regulasi dapat mengakomodasi teknologi-teknologi tersebut.

"Jadi, saya rasa teknologi-teknologi seperti ini membuka potensi banyak sekali, dan kita harus adaptif serta belajar. Yang penting, kerangka regulasi kita semakin progresif ke depannya," ujar Noudhy menutup pernyataannya.

Infografis 4 Rekomendasi Chatbot AI Terbaik. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Infografis 4 Rekomendasi Chatbot AI Terbaik. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Live dan Produksi VOD

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya