Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) sebagai salah satu pemangku kepentingan dalam mengendalikan ekonomi nasional akan lebih fokus mengendalikan inflasi ketimbang menjaga nilai tukar Rupiah.
Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo mengungkapkan, nilai tukar Rupiah itu bergantung dari kondisi ekonomi domestik sendiri. Hal itu tidak terlepas dari tingkat inflasi yang terjadi.
"Kalau tadi ada pertanyaan itu adalah janji dari BI (target Rupiah akhir tahun), oh tidak. Itu BI lebih fokus kepada inflasi, dan inflasi itu yang kami ingin tuju 4,5% plus minus 1% pada 2014. Sedangkan 2015-2017 kami ingin capai 4% plus minus 1%," ungkap Agus, di gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (21/5/2014).
Advertisement
Agus menambahkan, pihaknya yang berkonsentrasi ke inflasi tersebut. BI menargetkan nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di bawah target pemerintah dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang di angka Rp 10.500. Sementara asumsi, BI untuk tahun 2014 akan berada di level Rp 10.700.
Alasan BI menurunkan target nilai tukar Rupiah sendiri sudah dipertimbangkan oleh beberapa faktor. Pertama, kondisi global. Hal itu dipicu dari perlambatan pertumbuhan ekonomi China yang berada di rata-rata 7,2%.
"Pertimbangan lain adalah mengenai komoditas yang ternyata rata-rata harga komoditas masih terjadi penurunan pada kuartal I 2014. Sekarang ini ada di kisaran 8% lebih rendah, dan ini juga dampaknya kepada Indonesia," tutur Agus.
Untuk itu, Agus mengusulkan perubahan nilai tukar Rupiah yang lebih realistis dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Badan Anggaran DPR RI. "Untuk APBN-P 2014, kami beri masukan untuk asumsi yang akan dibahas pemerintah untuk hal ini Menteri Keuangan dan DPR di kisaran Rp 11.600-Rp 11.800," kata Agus. (Yas/Ahm)