BPK Minta Pemerintah Kurangi Utang Luar Negeri

Dalam LKPP 2013, BPK memberikan opini wajar tanpa pengecualian, sama seperti opini 2012.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 08 Jul 2014, 14:10 WIB
Diterbitkan 08 Jul 2014, 14:10 WIB
Rizal Djalil

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) meminta pemerintah melakukan efisiensi dalam mengelola Anggaran Pendapatan dan belanja Negara (APBN), terutama untuk pos belanja.

Ketua BPK RI, Rizal Djalil mengatakan, realisasi belanja negara dan transfer ke daerah di tahun lalu mencapai Rp 1.650,56 triliun atau 95,62 persen dari anggaran.

"Dalam struktur,  belanja pemerintah pusat merupakan pengeluaran yang terbesar dalam APBN yakni Rp 1.137,16 triliun atau 68,90 persen, diikuti belanja transfer ke daerah Rp 513,26 triliun atau 31,10 persen," kata Rizal, saat menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Permerintah Pusat (LKPP) 2013 kepada DPR, di Gedung DPR, Jakarta. Selasa (8/7/2014).

Sedangkan realisasi defisit 2013 tercatat sebesar Rp 211,67 triliun atau naik 138,08 persen jika dibanding dengan tahun sebelumnya.

Dengan realisasi pendapatan dan belanja tersebut, defisit tahun 2013 meningkat dari tahun sebelumnya yang diikuti dengan peningkatan pembiayaan, menurut Rizal pemerintah mesti meningkatkan efisiensi dan efektifitas belanja, menekan pijaman luar negeri.

"Selain itu, pemerintah juga harus meningkatkan perpajakan dan PNBP melalui ekstensifikasi dan intensifikasi sehingga lebih mencapai kemandirian di masa mendatang," ungkapnya.

Rizal menambahkan, dalam LKPP 2013, BPK memberikan opini wajar tanpa pengecualian, sama seperti opini 2012. Namun ada dua permasalahan yang menjadi pengecualian atas kewajaran LKPP 2013.

Permasalahan tersebut, yaitu permasalahan piutang bukan pajak pada Bendahara Umum Negara (BUN) dan permasalahan Saldo Anggaran Lebih. (Pew/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya