PDRB Bengkulu Naik 52% Akibat Perubahan Tahun Dasar

Kenaikan PDRB tersebut disokong oleh aktifitas perkebunan kelapa sawit dan karet.

oleh Yuliardi Hardjo Putro diperbarui 05 Feb 2015, 14:35 WIB
Diterbitkan 05 Feb 2015, 14:35 WIB
Ilustrasi Pantau Rupiah
Ilustrasi Pantau Rupiah (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Bengkulu - Perubahan penghitungan tahun dasar dari 2000 ke 2010 mendongkrak penghitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Bengkulu sebesar 52,43 persen.

Badan Pusat Statistik (BPS) Bengkulu mencatat PDRB Bengkulu naik dari Rp 18,6 triliun berdasarkan perhitungan tahun dasar 2000 menjadi Rp 28,363 triliun saat dihitung berdasarkan tahun dasar 2010. Kenaikan PDRB tersebut disokong oleh aktifitas perkebunan kelapa sawit dan karet.

"Perubahan tahun dasar sebagai refrensi perhitungan merupakan kebutuhan terkini karena banyaknya pertambahan kategori penghitungan, dan Bengkulu naik menjadi 52,4 persen karena disokong oleh perkebunan karet dan sawit," ungkap Kabid Neraca Wilayah dan Analisis BPS, Provinsi Bengkulu, Rudy Nooryadi di Bengkulu, Kamis (5/2/2015).

Mulai tahun 2015 dengan terjadinya perubahan tahun dasar PDRB seri 2010 lanjut Rudy, terdapat penambahan baru kategori sebanyak 17 kategori. Jika seri PDRB 2000 hanya sembilan ketegori sekarang menjadi 17 kategori.

Penambahan ini merupakan penjabaran dari penghitungan sektor industri terkait konsumsi, investasi dan ekspor impor. Penghitungan sektor lain yang dikembangkan adalah jasa yang diperluas menjadi sektor jasa pemerintahan, kesehatan dan jasa pendidikan. Termasuk perdagangan, restoran dan hotel.

Perubahan ini didasari pada perubahan System of Nation Account (SNA) yang merupakan standar rekomendasi internasional tentang cara mengukur aktivitaa ekonomi yang sesuai dengan penghitungan konvensional berdasarkan prinsip prinsip ekonomi.

Dasarnya adalah gambaran perekonomian Provinsi Bengkulu terkini sesuai dengan pergeseran struktur ekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang bermplikasi pada perubahan indikator makro, rasio pajak, hutang, investasi dan tabungan serta nilai neraca berjalan.

"Ini terjadi karena perkembangan ekonomi secara internasional dan nasional terstandarisasi dari organisasi PBB," demikian Rudy Nooryadi. (Yuliardi/Nrm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya