Pemerintah Pantau Serapan Beras Bulog

Faktor yang membuat serapan Bulog tidak maksimal yaitu harga beras di pasar memang sudah tinggi.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 07 Mei 2015, 07:43 WIB
Diterbitkan 07 Mei 2015, 07:43 WIB
Harga Beras Kian Melonjak
Pekerja melakukan aktifitas pengangkutan beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Selasa (24/2/2015). Harga beras sejak 9 Februari 2015 melonjak hingga 30 persen, hal ini disebabkan belum meratanya panen di daerah produsen. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian memperkirakan penyerapan beras petani yang dilakukan oleh Perum Bulog akan rendah. Penyerapan yang rendah tersebut berdampak kepada tingginya harga jual beras di masyarakat.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan Bulog tak mampu menyerap beras secara maksimal. Pertama karena Bulog sendiri ini akan menyerap beras dengan standar yang telah ditentukan oleh Keputusan Presiden (Kepres) dengan kadar basah 25 persen. Kedua, kualitas beras yang diserap harus tinggi karena pemerintah meningkatkan kualitas beras yang selama ini dianggap buruk.

"Selama ini recycle, beras raskin keluar dibeli pedagang dijual lagi ke Bulog. Sehingga yang terjadi raskin diprotes karena kualitasnya buruk, apek. Sekarang Bulog memotong mata rantai itu. Beras yang diserap Bulog beras memenuhi syarat, beras baru. Kualitasnya kadar air 25 persen. Dengan demikian Bulog agak sulit melakukan penyerapan," kata dia, Jakarta, seperti ditulis pada Kamis (7/5/2015).

Selain itu, ada faktor yang membuat serapan Bulog tidak maksimal yaitu harga beras di pasar memang sudah tinggi. Ada dua indikasi, pertama karena pedagang membeli beras dengan sangat agresif. Indikasi lain karena memang produksi beras tidak sesuai dengan apa yang diharapkan pemerintah.

"Harga di pasar lebih tinggi dibanding dengan harga dasar pembelian pemerintah (HPP). Sebenarnya harga tinggi bagus untuk petani berarti harga tidak jatuh ke HPP," tambahnya.

Sofyan mengatakan, saat ini pemerintah sedang memantau serapan beras di Bulog. Jika serapan tidak sesuai harapan, maka sejumlah skema disiapkan untuk menekan harga beras karena minimnya serapan.

Dia pun tak menampik akan membuka keran impor selama hal tersebut memang diperlukan. Sofyan bilang, untuk impor ketuk palunya dijadwalkan pada Juli mendatang.

"Kami tidak impor sekarang, Juli. Kami tidak impor sekarang karena panen. Setelah panen selesai kami lihat kalau Bulog menyerap seperti yang kami inginkan maka tidak akan impor. Kalau Bulog tak mampu menyerap dan tidak ada beras yang kami targetkan 3 juta ton misalnya kami impor supaya stabilitas harga," tandas dia.

Apa yang diungkapkan oleh Sofyan Djalil ini berbeda dengan yang diungkapkan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) bahwa pemerintah tidak akan mengimpor beras pada tahun ini. Menurut JK, stok beras dalam negeri memang telah menipis, namun karena saat ini telah memasuki musim panen maka stok tersebut akan kembali normal.

"Kan bulan ini petani-petani sudah panen, jadi memang secara terus menerus akan terjadi supply lebih baik meskipun konsumsi jalan terus. Jadi beras itu kan konsumsinya terus, tapi produksinya yang turun naik. Pada waktunya nanti kalau panen raya ya pasti supply padi," kata Kalla di akhir Maret lalu.

Ia juga menuturkan setelah dilakukan uji coba konsumsi, kebutuhan beras di Indonesia hanya sekitar 27 juta ton hingga 28 juta ton beras per tahun. Sampai saat ini, produksi dalam negeri masih memenuhi kebutuhan konsumsi tersebut.

"Selama supply-nya cukup ya sebenarnya setelah kami uji coba konsumsi nasional hanya kira-kira 27 juta ton sampai 28 juta ton beras. jadi mungkin produksi itu sekitar 45 juta ton hingga 46 juta ton padi, bukan 70 juta ton per tahun," terangnya. (Amd/Gdn)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya