Pemerintah Ungkap Penyebab Minimnya Belanja Kementerian

Perubahan nomenklatur juga berimbas pada struktur organisasi, pengisian jabatan, dan lain-lain.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 02 Jul 2015, 15:58 WIB
Diterbitkan 02 Jul 2015, 15:58 WIB
Jokowi Pimpin Rapat Kenaikan Harga Sembako
Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla memimpin sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (30/3/2015). Rapat membahas kenaikan harga bahan pokok, situasi polhukam, dan hasil kunjungan kerja Presiden. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan belanja kementerian dan lembaga masih minim meskipun sudah melewati tengah tahun anggaran. Sampai akhir Juni 2015, belanja kementerian dan lembaga masih berada di angka 26,6 persen.

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani mengatakan, minimnya belanja kementerian dan lembaga karena percepatan APBNP. "Kalau ditanya penyebabnya, betul memang  penyebabnya APBNP percepatan di 2015. Yang harusnya normalnya Juni dan Juli. Percepatan ini mengubah pola belanja belanja K/L kemudian tambahan signifikan menyusun perencanaan yang baru. Dan program baru, kita tahu pembahasannya juga waktu sebulan," kata dia di Jakarta, Kamis (2/7/2015).

Faktor lain yang membuat penyerapan anggaran masih minim adalah perubahan nomenklatur. Perubahan ini secara otomatis berdampak pada perubahan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2015. "Dimana RKP 2015 tidak menampung perubahan nomenklatur termasuk tambahan pagu yang signifikan APBNP," ujarnya.

Perubahan nomenklatur juga berimbas pada struktur organisasi, pengisian jabatan, dan lain-lain. "Proses ini membutuhkan waktu dengan Menpan RB, K/L, Bappenas untuk menyesuaikan paling tidak lima dokumen. Kalau tidak bisa jadi masalah. Kalau sampai pejabat yang tidak berwenang menandatangani dokumen pencairan anggaran bisa masalah," ujarnya.

Askolani menuturkan, selesainya penghambat tersebut maka belanja kementerian dan lembaga dipastikan ke depan akan semakin cepat. Apalagi, pemerintah juga memiliki tim eksekusi belanja pemerintah. "Pemerintah membuat tim evaluasi  eksekusi belanja yang dipimpin Wamenkeu," tandas dia.

Minimnya penyerapan anggaran kementerian dan lembaga pun juga terjadi pada anggaran pembangunan daerah. Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo mengatakan, per 30 Juni 2015 penyerapan anggaran pembangunan daerah baru mencapai 25,92 persen. Pada semester II diharapkan penyerapan anggaran ini bisa di atas 50 persen.

Selain itu, Tjahjo juga ingin memaksimalkan kepastian pengusaha dan partisipasi bagi dunia usaha melalui penyediaan atau pengadaan belanja barang dan jasa maupun belanja modal dalam APBD Tahun Angagran 2015 dan APBD Tahun Anggaran 2016.

"Ini akan memantapkan komitmen, tertib administrasi, dan peningkatan kualitas pengelolaan keuangan daerah yang bersinergi antara pusat dan daerah guna mendukung kebijakan Nawa Cita untuk pembangunan dan pertumbuhan ekonomi daerah yang berkualitas," tandasnya. (Amd/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya