Liputan6.com, Jakarta - Sekitar 64 persen investor Indonesia tetap memilih berinvestasi di tengah kondisi makro ekonomi domestik menantang. Akan tetapi jangka waktu investasi tersebut lebih panjang 5-10 tahun.
Hal itu berdasarkan survei dari Schroders Global Invesment 2015. Dengan hasil itu menunjukkan optimisme investor Indonesia untuk tetap berinvestasi.
Temuan dari Schroders Global Investment Trends Survey 2015 juga menunjukkan kalau 63 persen investor di Indonesia lebih memilih untuk mengalokasikan investasinya di instrumen dengan tingkat risiko rendah dan menengah.
Baca Juga
Schroders menugaskan Research Plus Ltd untuk melaksanakan survei yang melibatkan 20.706 investor dari 28 negara di seluruh dunia, termasuk 200 investor Indonesia, yang merencanakan berinvestasi setidaknya €10,000 dalam kurun waktu 12 bulan ke depan.
Advertisement
"Schroders Global Investment Trend Survey adalah survey yang dilakukan oleh Research Plus Ltd ini bertujuan untuk melihat perilaku investasi terkait tingkat kepercayaan diri, risk appetite, perilaku keuangan, dan pendekatan investasi para investor," tutur Michael Tjoajadi, CEO Schroders Indonesia dalam keterangannya, Jumat (10/7/2015).
Temuan lain dari Schoders Global Investment Trends Survey 2015 menyebutkan 50 persen investor di Indonesia berencana untuk mengubah instrumen investasinya sesuai dengan kondisi pasar dalam satu tahun ke depan.
Tidak dapat dipungkiri, Indonesia sedang mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi sepanjang 2015. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi pada kuartal 1-2015 hanya mencapai 4,71 persen. Padahal, pada periode sama tahun lalu, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,14 persen.
"Kami yakin tantangan pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini tak akan meluluhkan niat investor dalam berinvestasi. Namun, dalam berinvestasi para investor harus pandai dan cermat dalam memilih instrumen yang tepat. Untuk itu, diperlukan konsultasi dengan penasihat keuangan profesional. Mengacu pada survei, hanya 23 persen investor yang berencana melakukan konsultasi dengan penasihat keuangan. Instrumen investasi jangka panjang seperti reksadana saham masih dianggap sebagai langkah yang paling tepat," ujar Michael. (Yas/Ahm)