Liputan6.com, Jakarta - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mendesak Menteri Tenaga Kerja (Menaker),Hanif Dhakir agar lebih tegas terhadap pengusaha yang tidak membayar Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pekerjanya.
Bahkan diduga ada unsur kesengajaan perusahaan memutus kontrak sebelum Lebaran supaya pengusaha tidak memenuhi kewajiban tersebut.
Baca Juga
Presiden KSPI, Said Iqbal meminta Menaker dapat meningkatkan status hukum dari Peraturan Menaker menjadi Peraturan Presiden (Perpres) yang memuat sanksi perdata berupa denda bagi pengusaha yang tidak membayar THR.
Advertisement
"Menaker harus tegas dengan cara memberi sanksi administrasi dalam bentuk pencabutan izin usaha serta denda bagi pengusaha yang tidak bayar THR, supaya ada efek jeranya," kata Said dalam keterangan resminya di Jakarta, Minggu (12/7/2015).
Dia mengatakan, hingga hari ini, jutaan buruh kontrak dan outsourcing diputus kontraknya sebelum H-14 sehingga pengusaha tidak perlu membayar THR dan memperpanjang kontrak paska Lebaran. Seharusnya, lanjut Said, THR tetap dibayarkan meski hanya sekadar di bawah satu bulan upah.
Dia menambahkan, di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi ini, seharusnya pemerintah menjadikan "Lebaran of Labour Economic" ini sebagai upaya meningkatkan konsumsi dari Rp 80 triliun dana THR ditambah sekira Rp 50 triliun uang TKI yang dikirim ke keluarganya, maka akan meningkatkan belanja konsumsi buruh Rp 130 triliun. Ini akan membantu pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Jadi bayar THR itu penting dan Menaker harus cerdas memaknai ekonomi THR Lebaran, bukan sekadar wacana dan pencitraan melalui media saja," kata Said.
Selain itu, dia mengaku, KSPI membuka posko pengaduan THRÂ di kantor-kantor cabang KSPI di 20 provinsi dan 150 Kabupaten/Kota.
"Kalau buruh mengadu ke posko Disnaker atau Kemenaker tidak ada penyelesaian kecuali surat teguran ke pengusaha, ini jelas kalau posko THR yang dibuat oleh Kemenaker mandul," ujar Said. (Fik/Ahm)