Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) meminta pemerintah untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi nasional. Lantaran, lesunya pertumbuhan ekonomi berdampak langsung pada menurunnya daya beli masyarakat.
Ketua Umum DPP APPBI Handaka Santosa mengatakan turunnya daya beli masyarakat menghantam penjualan di sektor ritel.
"Sebetulnya dari penjualan, kita bicara triwulan I tahun 2015 bisa dibilang terjadi perlambatan Januari, Februari, Maret. Triwulan II penjualan nggak bagus terjadi perlambatan dari biasanya 15 persen, ini tumbuh 5 persen," kata dia kepada Liputan6.com, Jakarta, Senin (20/7/2015).
Dia mengatakan, seharusnya penjualan sektor ritel meningkat jika melihat kebijakan pemerintah untuk menaikan upah minimum provinsi (UMP). Namun demikian, hal itu tidak terjadi.
"Saya harap pemerintah lebih memonitor APBN agar bisa lebih cepat lagi karena bisa membantu pertumbuhan ekonomi. Karena kita lihat permintaan produksi bisa lebih," katanya.
Tak hanya itu, dia juga meminta pemerintah terus membuat kebijakan yang mendorong bergairahnya sektor properti. Kebijakan di sektor properti akan mendorong ratusan sektor lain yang terkait.
"Mestinya mensupport properti kalau meningkat itu terlait 170 bidang lain. Itu butuh kursi, lampu kabel dan lain-lain," ujarnya.
Sebelumnya, World Bank (Bank Dunia) memprediksi pertumbuhan ekonomi sebesar 4,7 persen di tahun 2015. Penyebabnya karena pelemahan harga komoditas, investasi hingga belanja konsumen yang selama ini menopang perekonomian Indonesia.
Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia, Rodrigo Chaves dalam laporan Bank Dunia terbaru mengungkapkan, Indonesia mengalami penurunan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) karena pertumbuhan investasi jangka panjang dan belanja konsumen lesu.
"Pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi 4,7 persen di 2015, melemah dari estimasi sebelumnya 5,2 persen. Pertumbuhan 4,7 persen di kuartal I lalu saja merupakan tingkat pertumbuhan paling lambat sejak 2009," ujarnya.
Dia menjelaskan, Indonesia dihantam kondisi kurang menguntungkan, seperti rendahnya harga komoditas dan pelemahan pertumbuhan investasi terus menekan sehingga ekonomi maju perlahan. Dia menuturkan, perekonomian Indonesia masih menyesuaikan diri dengan anjloknya harga komoditas dan prospek normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat (AS).
"Pondasi makro ekonomi yang baik berhasil mencegah merosotnya pertumbuhan secara tajam akibat jatuhnya harga dan permintaan komoditas, seperti yang dialami negara eksportir komoditas lain, yakni Brazil, Afrika Selatan, Chili dan Peru. Tapi Indonesia tetap tumbuh dengan laju yang lebih cepat dan tinggi dibanding negara tersebut," tandasnya.(Amd/Nrm)
Pengusaha Ritel Keluhkan Penurunan Penjualan
Penurunan daya beli masyarakat menghantam penjualan di sektor ritel.
diperbarui 20 Jul 2015, 10:21 WIBDiterbitkan 20 Jul 2015, 10:21 WIB
Jumlah pasar modern di seluruh Indonesia mencapai 23 ribu unit. Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 14 persen dalam tiga tahun.
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Pertamina Ramal Konsumsi BBM Naik 5% di Libur Nataru 2024/2025
Menag Nasaruddin Ingatkan Natal Jadi Momentum Perkuat Toleransi dan Peduli Lingkungan
Ada Diskon 10%, Cek Rincian Tarif Tol dari Jakarta ke Semarang
Rupiah Lesu terhadap Dolar AS, Bahlil Paparkan Dampaknya ke Sektor Energi
Mengapa Al-Qur’an Dimulai Huruf Ba’? Begini Penjelasan Filosofis Gus Baha
15 Ciri-Ciri Surat Lamaran Pekerjaan yang Baik dan Profesional, Perlu Diketahui
Mengenali Ciri-Ciri Kulit Sensitif dan Cara Merawatnya Agar Tetap Sehat
Hyun Bin Akhirnya Ungkap Timeline Pacari Son Ye Jin, Bukan Saat Syuting CLOY
Kapan Cuti Bersama Natal 2024 dan Tahun Baru? Simak Jangan Sampai Salah Tanggal
Mengenal Ciri-Ciri Kupu Kupu: Keindahan Alam yang Menakjubkan
Pemprov Jakarta Kembali Gelar Christmas Carol, Ini Jadwal dan Lokasinya
Cara Membuat Batagor Lezat dan Gurih: Panduan Lengkap