Pemerintah Diminta Hati-hati Tetapkan Harga BBM

Pemerintah berencana mengumumkan harga baru bahan bakar minyak (BB) pada akhir Maret ini.

oleh Nurmayanti diperbarui 17 Mar 2016, 16:30 WIB
Diterbitkan 17 Mar 2016, 16:30 WIB
20150930-Pom Bensin-BBM-SPBU-Jakarta
Aktivitas pengisian BBM di SPBU Cikini, Jakarta, Rabu (30/9/2015). Menteri ESDM, Sudirman Said menegaskan, awal Oktober tidak ada penurunan atau kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) baik itu bensin premium maupun solar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah diminta berhati-hati saat menetapkan harga baru bahan bakar minyak (BBM) yang berlaku periode April-Juni 2016.

Seiring kebijakan evaluasi harga BBM jenis premium dan solar setiap tiga bulan, pemerintah rencananya mengumumkan harga baru pada akhir Maret ini.

Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia Ferdinand Hutahaean mengatakan, penetapan harga baru BBM tentu akan menggunakan rata rata Mean of Plats Singapore (MOPS) periode 25 Januari-24 Maret 2016 dengan kondisi harga minyak dunia jatuh pada titik terendah.

“Akibatnya harga jual BBM akan jauh di bawah dan ini tentu menempatkan pemerintah dan Pertamina dalam zona yang kurang baik. Pasalnya, tren harga minyak dunia justru sedang naik dibandingkan periode Januari- Februari,” ungkap dia di Jakarta, Kamis (17/3/2016).

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 39 Tahun 2014 menyebutkan perhitungan harga dasar BBM menggunakan rata-rata harga indeks pasar dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dengan kurs beli Bank Indonesia periode tanggal 25 hingga 24 bulan sebelumnya.  


Untuk harga BBM periode Januari-Maret 2016, formula yang digunakan adalah MOPS dan kurs rata-rata 25 September-24 Desember 2015. Hasilnya harga solar ditetapkan Rp5.650 per liter dan premium non-Jamali Rp6.950 per liter untuk Jamali sebesar Rp7.050 per liter.

Menurut Ferdinand, jika pemerintah menurunkan harga BBM sesuai dengan rata-rata MOPS periode Januari-Maret 2016, belum tentu penurunan tersebut mampu mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Pemerintah tidak punya instrumen di lapangan ketika harga BBM turun, maka harga-harga bahan pokok ikut turun, termasuk biaya angkutan,” kata dia.

Ferdinand mengusulkan agar pemerintah mengubah kebijakan dan regulasi penetapan harga BBM. Ada dua opsi yang bisa dipilih, yaitu murni harga pasar atau sistem flat patokan harga BBM dengan penetapan batas atas dan batas bawah. Karena mekanisme harga pasar dilarang konstitusi, pilihan harus jatuh kepada harga flat patokan harga dengan batas atas dan batas bawah.

“Patokan harga juga jangan lagi menggunakan rata-rata MOPS akan tetapi menggunakan asumsi harga minyak mentah dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Ini lebih baik daripada kita mengacu pada MOPS,” kata Ferdinand.

Sistem harga flat, lanjut dia, dengan patokan harga ini ditentukan dengan komponen utama harga crude yang ditetapkan dalam APBN dan kurs rata rata. Kemudian ditetapkan batas atas dan batas bawah sekitar 5%-10%. Sepanjang fluktuasi harga masih berada dikisaran batas bawah dan atas maka harga tidak perlu dievaluasi.

Evaluasi harga hanya bisa dievaluasi apabila harga sudah melampui batas atas atau bawah yang ditetapkan. Model ini lebih efektif dan lebih tepat agar tidak selalu timbul gejolak sosial akibat harga BBM.

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, mengatakan formula harga BBM sudah diatur dalam Permen ESDM dan Kepmen ESDM. Tinggal kemudian, evaluasi dan penetapannya dilakukan bulanan, dua bulanan, atau tiga bulanan. “Prinsipnya harga saat ini adalah rata-rata dari sebelumnya berapapun itu periodenya,” kata dia.

Menurut Komaidi, untuk masyarakat dan dunia usaha tentu yang diharapkan adalah kepastian harga BBM. Untuk formula perhitungan harga tidak ada yang kaku, apalagi saat ini Indonesia sudah menjadi net importir dan tinggal menunggu waktu untuk menuju ke harga keekonomian.

“Asal harga BBM wajar sesuai prinsip ekonomi sudah baik bagi semuanya. Untuk masyarakat yang belum berdaya beli perlu dicarikan solusinya, tetapi tidak harus terus mempertahankan rezim subsidi BBM karena tidak baik dalam jangka panjang,” ungkap dia. (Nrm/Ahm)


Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya