Liputan6.com, Jakarta - Penerbitan Sukuk atau Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) saat ini menjadi andalan pembiayaan global, terutama negara maju dan berkembang. Bagi Indonesia, sukuk mempunyai manfaat besar membantu percepatan pembangunan proyek infrastruktur yang membutuhkan lebih dari Rp 5.000 triliun dalam 5 tahun ke depan.
Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro mengatakan, aset industri keuangan syariah pada periode 2014 mencapai US$ 2,1 triliun dengan pertumbuhan rata-rata 17,3 persen per tahun selama 2009-2014.
Bank syariah dan sukuk mendominasi pembiayaan global sampai 80 persen. Secara umum, total aset bank syariah mencapai US$ 1,7 triliun atau tumbuh 14,1 persen dalam kurun waktu 2009-2014. Sedangkan total outstanding sukuk sebesar US$ 300 miliar di akhir 2014.
Advertisement
Baca Juga
"Permintaan sukuk didorong tingginya kebutuhan pembiayaan infrastruktur dan asuransi. Sukuk telah dipakai 30 negara maju dan berkembang untuk menggalang dana bagi pembangunan infrastruktur, sehingga penerbitan sukuk bukan hanya Indonesia, tapi juga negara non Islam seperti Inggris, Hong Kong, Luxembourg, dan Afrika Selatan," jelas Bambang di JCC, Selasa (17/5/2016).
Indonesia, kata Bambang, merupakan negara penerbit sukuk terbesar di dunia. Pasalnya, Negara ini sudah menawarkan surat utang syariah ini sejak 2008. Dari catatannya hingga 10 Mei 2016, jumlah penerbitan sukuk mencapai Rp 503 triliun atau setara dengan US$ 38 miliar. Total outstanding sukuk Rp 380 triliun atau US$ 29 miliar.
Kontribusi outstanding sukuk 15 persen dari total pembiayaan pemerintah, baik dalam denominasi rupiah untuk pasar domestik maupun valuta asing (valas) di pasar internasional. Sejak 2009, penerbitan sukuk negara dalam denominasi dolar AS sebesar US$ 10,15 miliar dan outstanding US$ 9,5 miliar.
"Indonesia adalah penerbit sukuk terbesar di dunia untuk total penerbitan dan outstanding. Bahkan sukuk yang diterbitkan Maret lalu permintaannya 3,5 kali lebih besar dari target US$ 2,5 miliar, yakni mencapai US$ 8,6 miliar," jelas Bambang.
Diakuinya, pembiayaan yang berasal dari sukuk digunakan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur di Indonesia. Bambang bilang, kebutuhan pendanaan untuk membangun infrastruktur, seperti jalan tol jembatan, pembangkit listrik, waduk, dan lainnya mencapai lebih dari Rp 5.000 triliun selama 2015-2019.
45 persen dari anggaran tersebut berasal dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
"Kita juga sudah menerbitkan sukuk ritel untuk penambahan basis investor terutama dari individu atau ritel. Dari total penerbitan sukuk ritel sejak 2008 sebesar Rp 5,5 triliun menjadi Rp 31,5 triliun di 2016. Dari total investor 14.295 menjadi 48.444 investor di 2016," pungkas Bambang.