Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Ekonomi Aviliani menilai dana repatriasi dari penerapan kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) tidak akan menutup defisit anggaran tahun ini. Dana tersebut hanya akan mendorong tercapainya target penerimaan negara.
Aviliani mengatakan, pemerintah memperkirakan dana yang masuk ke Indonesia dari kebijakan tax amnesty ini mencapai Rp 165 triliun. Namun angka sebesar itu tampaknya akan sulit dicapai.
"Tax amnesty itu kan diharapkan dapat Rp 165 triliun ya. Makanya tax amnesty, ini akan duluan sebelum APBNP 2016. Karena supaya kalau oke dimasukan di APBNP. Oleh karena itu disitulah diperkirakan Rp 165 triliun itu bisa digunakan (tahun ini)," ujar dia di Jakarta, Senin (13/6/2016).
Baca Juga
Selain itu, menurut Aviliani dana dari tax amnesty ini juga tidak bisa menjadi andalan untuk menutupi defisit anggaran pemerintah tahun ini. Sebab itu, pemerintah memiliki sumber dana cadangan untuk menutupi defisit.
"Tapi kalau tidak tercapai memang menjadi berat. Jadi pemerintah harus punya cadangan mana lagi yang harus di-cut (dipangkas). Karena kita belum tahu dapat Rp 165 miliar atau nggak. Jadi memang kalau bicara dengan Menteri Keuangan, tax amnesty itu sebagai bonus, tidak dianggap sebagai satu satunya pendapatan untuk menutupi defisit. Yang penting menjaga 2,4 persen itu selisihnya," kata dia.
Aviliani menilai, dalam RAPBNP 2016, pemerintah harus memangkas sejumlah pos anggaran yang dinilai tidak vital. Dengan demikian sedikit mengurangi beban pemerintah dalam menjaga defisit anggaran.
"Tax amnesty itu membantu untuk mencapai target di APBNP. Kalau tidak tercapai memang harus dicadangkan mana yang tidak bisa dikeluarkan. Artinya mana yang harus ditekan lagi. Makanya belanja barang harus dari sekarang mana yang di-cut, sedangkan belanja modal jangan sampai (dipangkas). Belanja barang itu seperti perjalanan dinas," tandas dia.