Kementan Sebut Daya Beli Petani Meningkat

Pada Juni 2016, biaya konsumsi rumah tangga di perdesaan juga mengalami peningkatkan 0,59 persen.

oleh Arthur Gideon diperbarui 02 Jul 2016, 20:15 WIB
Diterbitkan 02 Jul 2016, 20:15 WIB
Petani Apel Malang (Liputan6.com/Zainul Arifin)
Petani Apel Malang (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) mengklaim mampu meningkatkan produksi pangan seperti padi, jagung dan kedelai. Selain itu, Kementerian Pertanian juga menyatakan mampu menaikkan kemampuan daya beli petani dalam menjalankan usaha pertanian. Hal ini ditunjukkan dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada tanggal 1 Juli 2016.

Nilai Tukar Petani (NTP) yang dirilis oleh BPS, menunjukkan angka 101,47 untuk periode Juni 2016. NTP dengan angka di atas 100 menunjukkan petani surplus, dimana indeks yang diterima petani lebih besar dari pada indeks yang dibayarkan petani untuk seluruh pengeluaran rumah tangga.

NTP Juni 2016 ini lebih tinggi 0,95 persen jika dibandingkan dengan NTP Juni 2015 yang tercatat 100,52. Artinya daya beli petani saat ini lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Pertanian Suwandi menjelaskan, Nilai Tukar Petani merupakan indikator tingkat daya beli petani dan sekaligus juga menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian terhadap barang dan jasa yang dikonsumsi maupun yang digunakan untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP maka semakin baik daya beli petani.

“Sebagai respons atas beberapa kelemahan NTP, maka digunakan juga indikator Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) yaitu rasio indeks yang diterima petani dari usaha pertanian dengan indeks yang dibayarkan petani hanya untuk pengeluaran usaha pertanian,” jelas Suwandi di Kantor Pusat Kementan, Jakarta, Sabtu (2/7/2016).

Suwandi menjelaskan pada bulan Juni 2016 biaya konsumsi rumah tangga di perdesaan juga mengalami peningkatkan 0,59 persen dibandingkan Juni 2015. Namun prestasi NTP nasional Juni 2016 ini justru banyak ditopang dari kinerja NTP pada sub sektor tanaman pangan naik 0,08 persen dan peternakan naik 0,55 persen.

Besarnya NTP dipengaruhi juga tingkat inflasi, apabila inflasi tinggi maka menyebabkan NTP turun. Pada saat ramadan ini inflasi Juni 2016 sebesar 0,66 persen. Tingkat inflasi tertinggi terjadi pada bahan makanan 1,62 persen dengan andil inflasi 0,34 persen. Jika dibandingkan Juni 2015 tingkat inflasi bahan makanan mencapai 7,77 persen.

Suwandi melanjutkan, untuk melihat lebih spesifik daya beli dari usaha taninya, indikator yang digunakan yakni NTUP meningkat 0,24 persen. NTUP ini naik dari 109,36 pada Mei 2016 menjadi 109,63 pada Juni 2016. Artinya NTUP di atas 100 tersebut surplus dan surplusnya lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya.

Sementara itu, NTUP Juni 2016 ini lebih tinggi 3,27 persen jika dibandingkan dengan NTUP Juni 2015 sebesar 106,16. Artinya usahatani saat ini jauh semakin baik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

"Kenaikan NTUP nasional ini disokong dari peningkatan NTUP pada sub sektor tanaman pangan sebesar 0,39 persen dan peternakan sebesar 0,73 persen," ujar Suwandi.

Untuk melihat kemampuan daya beli petani, semestinya tidak hanya membandingkan nilai NTP dan NTUP dalam kurun waktu sesaat saja (bulanan), namun dihitung rerata dalam waktu lebih panjang (tahunan). Ia menilai, akan menyesatkan bila analisis kesejahteraan petani dengan NTP dalam kurun waktu pendek bulanan. Seharusnya NTUP dan NTP dianalisis dalam periode tahunan.

"Karena bisa jadi bulan ini petani dianggap tidak sejahtera karena NTP dan NTUP turun dan bulan selanjutnya berubah drastis menjadi sejahtera karena NTP dan NTUP naik," sebutnya. 

 

**Ingin mendapatkan informasi terbaru tentang Ramadan, bisa dibaca di sini.

 

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya