Punya Kondisi Keuangan Ini Sebaiknya Tak Lirik Investasi Saham

Saat membeli saham Anda juga harus mempelajari perusahaan dari saham yang dibeli.

oleh Agustina Melani diperbarui 14 Sep 2016, 07:01 WIB
Diterbitkan 14 Sep 2016, 07:01 WIB
20160627-Perdagangan-Saham-Jakarta-AY
Pengunjung melintasi layar di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (27/6).Pada pra pembukaan perdagangan saham, IHSG melemah 30,52 poin atau 0,63 persen ke level 4.804,04. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Berinvestasi merupakan salah satu cara untuk merencanakan keuangan di masa depan. Setiap perencana keuangan pasti menyarankan untuk menyisihkan paling sedikit 10 persen pendapatan per bulan untuk investasi.

Investasi pun ada banyak macamnya. Di antaranya mata uang asing, properti, logam mulia, deposito, reksadana (pendapatan tetap, saham, pasar uang, kombinasi), dan saham. Reksa dana merupakan solusi bagi orang yang ingin berinvestasi namun dengan dana terbatas.

Risiko reksa dana tergantung dari jenis reksa dana itu sendiri. Misalnya risiko reksa dana saham lebih tinggi daripada reksa dana pasar uang.

Yang membedakan reksa dana saham dengan saham adalah jika membeli reksa dana saham, uang Anda akan dikelola oleh manajer investasi untuk kemudian dialokasikan ke aset keuangan lainnya. Beda dengan membeli saham karena Anda harus mempelajari perusahaan tersebut.

Dalam reksa dana saham, jika salah satu saham perusahaan jatuh, kamu belum tentu rugi karena masih punya uang di  perusahaan lain. Namun jika membeli saham dan perusahaan tersebut jatuh, Anda akan rugi sepenuhnya.

Risiko tersebut tentu saja sebanding dengan imbal hasil yang dihasilkan. Namun jangan langsung tergiur dengan keuntungan yang ditawarkan.

Perhatikan Kondisi Keuangan Ini

Anda yang memiliki kondisi keuangan seperti berikut sebaiknya tidak memilih investasi dalam bentuk saham karena alasan berikut seperti dikutip dari www.cekaja.com, Selasa (13/9/2016):

1. Jika uang Anda sangat pas-pasan dan hanya cukup untuk kebutuhan hidup

Risiko investasi saham sangatlah tinggi. Ini artinya, kalau Anda mengalokasikan semua uang untuk investasi saham (apalagi hanya berdasarkan spekulasi, bukan mempelajari riwayat perusahaan tersebut), Anda berisiko kehilangan 100 persen uang yang diinvestasikan.

Sebelum berpikir tentang investasi, fokus dulu untuk membuat tabungan dana darurat yang jumlahnya mencapai 3-6 bulan biaya hidup. Dana ini berguna di saat mendesak. Misalnya ketika tiba-tiba kehilangan pekerjaan, terkena bencana, sakit keras, dan lain-lain.

Ketika dana darurat sudah terkumpul, Anda bisa memulai investasi dengan risiko rendah. Misalnya dengan membuat deposito atau investasi pasar uang. Jauhi investasi spekulatif berisiko tinggi.

Punya Banyak Cicilan

2. Punya banyak cicilan

Rasio cicilan yang sehat adalah maksimal 30 persen dari pendapatan. Jadi jika gaji Anda Rp 3 juta per bulan, uang yang diperbolehkan untuk membayar cicilan adalah Rp 1 juta saja. Ini supaya hidup Anda tetap berjalan dengan baik (alias tidak perlu jadi miskin untuk bayar cicilan).

Ketika Anda punya cicilan besar yang harus dibayar misalnya rumah, pilihlah bentuk investasi berisiko rendah atau menengah seperti pasar uang, pendapatan tetap, dan logam mulia.

3. Punya banyak utang

Kalau utang Anda menumpuk sampai dikejar debt collector atau masuk BI Checking, hindari dulu investasi dalam bentuk saham.

Karena ketika harga saham jatuh, Anda akan rugi banyak. Tentunya Anda tidak ingin hidup dengan cara gali lubang tutup lubang bukan?

Bukan berarti ketika Anda hanya punya uang pas-pasan, Anda jadi takut berinvestasi. Karena tidak investasi pun merupakan langkah yang keliru, mengingat tabungan sebanyak apapun di rekening Anda bisa jadi tidak ada harganya beberapa tahun kemudian karena inflasi. Kesimpulannya  investasi tetap bisa dilakukan, asalkan pilih risiko sesuai dengan kondisi keuangan Anda. (Ahm/Ndw)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya