Pagar Pembatas Bandara Pangkal Pinang Kerap Roboh, Ini Sebabnya

Aktivitas penambangan liar yang dilakukan warga tak jarang mengganggu aktivitas penerbangan di Bandara Depati Amir.

oleh Arthur Gideon diperbarui 30 Sep 2016, 12:59 WIB
Diterbitkan 30 Sep 2016, 12:59 WIB
Aktivitas penambangan liar yang dilakukan warga tak jarang mengganggu aktivitas penerbangan di Bandara Depati Amir. (liputan6.com/Arthur Gideon)
Aktivitas penambangan liar yang dilakukan warga tak jarang mengganggu aktivitas penerbangan di Bandara Depati Amir. (liputan6.com/Arthur Gideon)

Liputan6.com, Pangkal Pinang Bangka identik dengan timah. Tambang-tambang timah bertebaran di pulau ini. Bukan hanya penambang legal, penambang ilegal pun juga jamak.

Adanya penambang ilegal ini tak hanya menjadi masalah bagi pemerintah Provinsi Bangka Belitung, tetapi juga menjadi masalah bagi otoritas penerbangan di Bandara Depati Amir, Pangkal Pinang Bangka Belitung. Alasannya, para penambang liar tersebut kerap beraktivitas berdekatan dengan bandara sehingga berpotensi mengganggu aktivitas penerbangan.

General Manajer Airnav Indonesia Cabang Pratama Bandara Depati Amir Pangkal Pinang Bangka Belitung
Wawan Winarto menjelaskan, aktivitas penambangan liar yang dilakukan warga tak jarang mengganggu aktivitas penerbangan.

Ada beberapa penambang yang mencuri-curi kesempatan untuk menambang di sekitar bandara. Bahkan di batas merah bandara.

Wawan menyebut, tak jarang akibat aktivitas penambang liar tersebut membuat pagar-pagar pembatas bandara roboh. Akibatnya, ada kemungkinan robohnya pagar pembatas tersebut membahayakan keselamatan penerbangan. Pihak Airnav pun berkoordinasi dengan pihak Angkasa Pura II sebagai otoritas bandara. 

"Saking banyaknya banyak orang mencuri timah pagar-pagar bandara sampai roboh. Petugas Angkasa Pura II kejar datang lagi, kejar datang lagi," kata Wawan di Bandara Depati Amir, Pangkal Pinang, Bangka Belitung, Jumat (30/9/2016).

Memang, eksploitasi timah secara besar-besaran selama bertahun-tahun membuat sumber daya alam tersebut menipis. Sedangkan di sekitar bandara yang sebelumnya tak pernah tersentuh akhirnya menjadi incaran juga.

Banyaknya kandungan timah di sekitar bandara membuat warga berbondong-bondong membuka galian. Ancaman kerusakan lingkungan pun dihadapi Airnav dan Angkasa Pura II. "Kerepotan Angkasa Pura, terkait ancaman kerusakan lingkungan," terangnya.

Wawan pun berkelakar,  kandungan logam yang tersimpan di bawah bandara peninggalan Jepang itu dikeruk, keuntungan yang dihasilkan bisa membuat bandara sekelas Changi di Singapura.

"Kalau bandara ini dikeruk semua, 150 hektare dikeruk semua hasil timahnya bisa buat bangun bandara Changi. Karena untuk lahan yang kami punya sangat luas," tutur dia. (Gdn/Nrm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya