Liputan6.com, New York - Harga emas naik setelah mengalami pelemahan selama tiga minggu, terpicu melemahnya dolar AS dari posisi tertingginya yang sempat membuat harga emas meredup selama berlangsungnya pemilihan presiden Amerika Serikat (AS).
Melansir laman Wall Street Journal, Selasa (29/11/2016), harga emas untuk pengiriman Desember ditutup naik 1,1 persen menjadi US$ 1.190,80 per troy ounce di divisi Comex New York Mercantile Exchange.
Adapun WSJ Dollar Index baru-baru ini turun 0,3 persen ke posisi 91,56. Emas jatuh ke level terendah sejak Februari pada pekan lalu, terbebani dolar dan euforia kebangkitan pasar saham yang telah melemahkan daya tarik logam mulia ini.
Advertisement
Baca Juga
"Dolar kini melemah. Sudah cukup bagi orang untuk melompat dan mencari beberapa penawaran," kata Peter Hug, Direktur Perdagangan Global pada Kitco Metals.
Harga emas juga harus mengalah seiring ekspektasi tentang kenaikan suku bunga acuan AS pada Desember. Memang, tarif yang lebih tinggi cenderung mendukung dolar dan membebani emas, yang tidak memberikan imbal hasil.
"Saya pikir kami telah mencapai puncak bearish emas, atau kami sangat dekat dengan puncaknya," kata Nitesh Shah, Ahli Komoditas Strategi ETF Securities di London.
Investor pada pekan lalu menarik US$ 174 juta dari produk yang diperdagangkan di bursa ETF Securities.
Shah mengatakan emas mungkin memasuki tahap pemulihan setelah berlangsungnya pertemuan Federal Reserve pada Desember.
Analis Deutsche Bank juga mengatakan emas bisa mendapatkan dorongan pasca pertemuan The Fed.
"Sejarah mengajarkan kita bahwa emas dapat reli setelah Fed menaikkan (suku bunga). Sejak tahun 1976, dalam lima kasus dari delapan, harga emas reli usai tarif Fed naik," tulis mereka dalam sebuah catatan kepada klien.
Logam mulia juga mendapatkan beberapa dukungan dari Cina, yang bersaing dengan India untuk menjadi konsumen emas terkemuka di dunia, menurut Commerzbank.
Spekulasi bahwa pemerintah membatasi impor emas mendorong harga di Cina, tulis analis Commerzbank.