Menko Darmin: Puluhan Tahun Ekonomi RI Punya Masalah Berat

Indonesia masih memiliki persoalan mendasar yang sudah terjadi sejak puluhan tahun lalu.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 19 Des 2016, 12:14 WIB
Diterbitkan 19 Des 2016, 12:14 WIB

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution optimistis perekonomian Indonesia dapat tumbuh tinggi melalui berbagai upaya guna menahan arus perlambatan ekonomi dunia. Sayangnya, Indonesia masih memiliki persoalan mendasar yang sudah terjadi sejak puluhan tahun lalu.

Menurut Darmin, hal ini terjadi ketika pertumbuhan ekonomi domestik cukup tinggi atau mulai menyentuh 7 persen. Dorongan pertumbuhan ekonomi ini diiringi dengan pembengkakan defisit transaksi berjalan akibat kenaikan impor.

"Ekonomi kita punya masalah mendasar sejak puluhan tahun lalu. Setiap pertumbuhan ekonomi agak besar atau mulai menyentuh 7 persen, defisit transaksi berjalan pasti membengkak karena impor meledak. Jadi over heating atau mesin kepanasan," terangnya di acara Prospek Ekonomi Indonesia 2017 di Balai Kartini, Jakarta, Senin (19/12/2016)

Setelah ditelusuri , diakui Darmin, sumber masalah itu karena Indonesia tidak memiliki jalur industri dasar dengan beberapa turunannya. Pertama, industri Petrochemical. Lanjutnya, Pertamina selalu ditugaskan untuk mengembangkan industri atau membangun pabrik petrokimia.

"Tapi Pertamina justru tidak membangunnya. Tidak tahu apakah lebih hemat berdagang dibanding bangun pabrik petrokimia. Intinya tidak jalan," tuturnya.

Diakui Darmin, sudah ada investor untuk pabrik petrokimia di Tuban, yakni dari Rusia. Kemudian di Cilacap yaitu investor Saudi Arabia dan saat ini sedang menunggu kepastian negara mana yang tertarik investasi membangun pabrik petrokimia di Balongan.

"Kita lagi menunggu kepastian negara mana (bangun pabrik) di Balongan. Sebetulnya Iran ada keinginan, tapi kita masih bingung. Belum tentu (Iran), karena Saudi sudah di Cilacap, artinya belum tahu," Darmin mengatakan.

Kedua, industri general chemical hingga turunannya ke industri farmasi atau obat-obatan. Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) ini menjelaskan, pemerintah menggelontorkan anggaran besar untuk menjamin kesehatan masyarakat melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

"Tapi anehnya kita tidak bisa mengembangkan industri farmasi. Masak ngeluarin duit besar, tapi impor, itu bodoh namanya. Jalur ini bisa dikembangkan," tegasnya.

Untuk itu, Darmin bilang, pemerintah merelaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI). di mana, pemerintah membuka kesempatan asing untuk masuk berinvestasi di industri farmasi, hulu sampai hilir .

"Di dunia ini berabad-abad industri farmasi dikuasai Eropa. Sekarang yang berhasil mengembangkan dan cukup berhasil adalah India yang lebih hebat, sedangkan China sedikit," terangnya.

Presiden Joko Widodo (Jokowi), sambung Darmin, telah melakukan kunjungan kerja ke India dan Iran, salah satunya untuk membicarakan sektor industri tersebut. "India bisa investasi ke bahan baku obat. Karena kita mendorong harga obat lebih murah lagi, seperti obat generik salah satunya lewat investasi di hulu farmasi," tutur Darmin.

Industri ketiga yang perlu dikembangkan, tambahnya, besi dan baja. Pemerintah mendorong investor asing berkerjasama dengan PT Krakatau Steel Tbk. Saat ini sudah ada Korea dan Krakatau Steel melalui Krakatau Posco mengembangkan industri besi dan baja.

"Kita bangun pembangkit listrik 35 ribu Mw, butuh transmisi sepanjang 95 ribu Km. Itu bukan barang susah, yang sulit itu menarik kabelnya. Kalau tidak bisa mengembangkan industri besi dan baja, ya kita akan impor terus untuk bangun transmisi," cetus Darmin.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya