Liputan6.com, Jakarta - Masa depan adalah misteri, yang tahu cuma Tuhan. Saya percaya itu. Itulah kenapa saya selalu heran kalau ada orang yang berani meramalkan akan seperti apa ekonomi di masa yang akan datang. Ada joke: Kalau Anda tanya kepada lima orang pakar ekonomi akan jadi seperti apa ekonomi Indonesia di tahun 2017 ini, kelimanya akan memberikan jawaban yang berbeda.
Tapi, setelah tahun 2017 berlalu, biasanya tidak ada satupun dari lima ramalan tersebut yang benar. Yang benar adalah pakar keenam. Tentu saja itu cuma joke, yang artinya bahwa tidak ada satupun yang bisa betul-betul meramalkan akan jadi seperti apa ekonomi kita di masa yang akan datang.
Baca Juga
Anehnya, setiap awal tahun, media massa kita selalu dipenuhi dengan artikel-artikel yang membahas tentang akan jadi seperti apa ekonomi di tahun itu dan investasi apa yang terbaik berdasarkan ramalan ekonomi itu. Setiap awal tahun selalu begitu.
Advertisement
Dari situ saya ambil kesimpulan: ramalan ekonomi dan investasi dari para pakar itu sebenarnya cuma bisa-bisa’an media massa saja cari topik untuk menaikkan jumlah pembaca.
Ini karena sifat kita orang Indonesia - walaupun banyak yang enggak mau ngaku - senang pada segala macam hal yang berbau ramalan. Enggak percaya?
Lihat infotaintment kita yang setiap awal tahun selalu mewawancarai para ahli ‘supranatural’ tentang seperti apa kehidupan artis di tahun itu. Di sini, para ahli supranatural itu biasanya akan mengeluarkan segala ramalannya yang sebenarnya inti jawabannya selalu sama: tahun ini akan ada beberapa artis baru yang akan naik daun, beberapa artis yang akan meninggal karena sakit, beberapa yang akan kawin tetapi ada beberapa juga yang akan cerai.
Ha ha ha.
Sekarang, jujur saja, kalau Anda tanya saya akan seperti apa keadaan ekonomi di Tahun 2017, maka ini jawaban saya:
Saya enggak tahu.
Saya bukan peramal, apalagi meramal akan seperti apa keadaan ekonomi kita di 2017 ini. Nah, karena saya percaya tidak ada satu orangpun yang benar-benar tahu seperti apa ekonomi kita di 2017 ini, maka saya selalu menyarankan untuk jangan pernah mengambil keputusan investasi hanya berdasarkan ramalan ekonomi.
Sebaliknya, saya selalu menyarankan berinvestasilah hanya karena Anda memang yakin pada produk tersebut. Entah karena produk itu memang naik dalam jangka panjang atau pasti bisa selalu memberikan keuntungan secara rutin.
Ini jauh lebih baik daripada berinvestasi pada satu produk investasi tertentu hanya karena ada peramal ekonomi yang bilang bahwa tahun ini produk investasi itu akan naik harganya.
Jadi sekarang, ini saran saya: daripada Anda melakukan investasi berdasarkan ramalan dari para pakar ekonomi tentang akan jadi seperti apa ekonomi kita tahun ini, lebih baik Anda melakukan investasi pada sejumlah produk investasi yang bisa tetap bertahan entah ekonomi sedang baik atau sedang buruk. Dan untuk itu, ada tiga yang saya sarankan: saham atau reksa dana saham, properti dan emas.
1. Saham atau Reksa Dana Saham
Membeli saham di Pasar Modal ibarat Anda membeli sebuah perusahaan tanpa perlu membangunnya dari awal dan terlibat aktif didalamnya. Yang menarik, dengan membeli saham, - asalkan Anda bisa memilih perusahaan yang tepat - Anda akan mendapatkan
Hasil investasi yang luar biasa dalam jangka panjang, entah dalam bentuk kenaikan harga atau dividen. Pertanyaannya sekarang, bagaimana kalau tahun 2017 ini ekonomi menurun?
Apakah harga saham juga akan ikut turun? Jawaban saya: enggak selalu. Tergantung sektornya. Di tiap naik turunnya ekonomi, selalu ada saja sektor yang nilai sahamnya naik maupun yang turun.
Pertanyaannya sekarang, sektor usaha apa yang bagus untuk dibeli sahamnya walaupun ekonomi sedang naik atau turun? Kalau menurut Yossy Girsang, seorang pakar di bidang investasi saham, ada tiga sektor yang bisa dipertimbangkan: barang konsumsi, infrastruktur dan perbankan.
Tiga sektor ini biasanya selalu bertahan pada kondisi ekonomi yang sedang naik atau turun. Dalam bentuk berbeda, Anda bisa juga pertimbangkan untuk membeli reksa dana saham.
Pada reksa dana saham, uang Anda akan dimasukkan ke banyak saham oleh perusahaan manajemen investasi, dan Anda tinggal mendapatkan laporannya saja. Dalam jangka panjang, risiko pada reksa dana saham juga lebih rendah dibanding kalau Anda berinvestasi langsung pada saham.
Properti
2. Properti
Properti menurut saya enggak akan pernah mati. Secara timing, memang properti punya siklus naik turunnya sendiri yang beda-beda di setiap negara. Tapi seharusnya, bukan itu alasan Anda membeli properti.
Alasan utama Anda membeli properti - dan ini kita kembali ke alasan utama kenapa properti selalu menarik - adalah karena jumlah penduduk (pengguna properti) meningkat jauh lebih cepat dibanding jumlah ketersediaan properti.
Inilah yang membuat - dalam jangka panjang - properti selalu naik. Yang menarik, kalau Anda membeli properti hanya karena alasan harga properti pasti naik, sebaiknya lupakan saja.
Kenapa? Karena properti tidak selalu mudah dijual kembali, apalagi kalau Anda tidak punya pengalaman jual beli properti sebelumnya.
Jadi daripada membeli properti dan berharap Anda akan dapat untung dari penjualan kembali, lebih baik harapkan untung dari menyewakannya. Dan pendapatan dari sewa properti biasanya akan tetap ada walaupun ekonomi sedang turun sekalipun. Nah, kalaupun di masa yang akan datang Anda ingin menjual kembali properti Anda dan terjual, anggap saja bonus.
Bonus yang sangat besar, karena toh dalam jangka panjang kenaikan properti biasanya cukup lumayan, asalkan Anda bisa memillih lokasi yang tepat.
Advertisement
Emas
3. Emas
Saya ingat waktu sekolah dulu, kita pernah diajarkan tentang nilai nominal dan nilai intrinsik. Uang kertas Rp 100 ribu Anda misalnya: nilai nominalnya adalah nilai yang tercantum di kertas uang, yaitu Rp 100 ribu, sementara nilai intrinsik adalah nilai bahannya alias nilai kertasnya yang seringkali tidak selalu sama dengan nilai nominalnya.
Yang menarik, nilai kertas alias nilai intrinsik ini akan naik terus mengikuti inflasi. Jadi bisa saja sekarang nilai kertas cuma Rp 10 ribu per lembar Rp 100 ribu, tapi karena inflasi, tahun depan nilai kertas itu akan naik jadi Rp 20 ribu, 30 ribu, 50 ribu, 75 ribu, 100 ribu, 120 ribu, 150 ribu dst.
Tapi berapakah nilai nominalnya? Tetap Rp 100 ribu. Sampai kapanpun. Itulah kenapa uang kertas itu rentan terhadap inflasi, di mana nilai nominal yang tercantum di uang itu dalam jangka panjang tidak akan bisa mengejar Nilai intrinsik yang selalu naik mengikuti inflasi atau kenaikan harga.
Pertanyaannya sekarang, adakah investasi yang nilai nominalnya sama dengan nilai intrinsiknya? Jawabannya adalah Emas. Pada emas, nilai nominal biasanya akan selalu sama dengan nilai intrinsiknya.
Dan karena dalam jangka panjang nilai intrinsik terus naik mengikuti inflasi, maka nilai nominal emas (baca: harga emas) akan naik juga. Itulah kenapa, sepanjang selalu ada inflasi alias kenaikan harga, maka harga emas juga akan selalu naik dalam jangka panjang.
Nah, itulah dia tiga produk investasi yang bisa Anda pertimbangkan untuk dimiliki di tahun 2017 ini. Sekali lagi saran saya, belilah produk investasi bukan karena harganya naik atau turun, tapi karena Anda memang yakin pada produk tersebut, dan percaya bahwa produk itu nilainya selalu naik dalam jangka panjang.
Semoga bermanfaat.
Safir Senduk & Rekan
Telepon (021) 27830160
HP 081808152003 (Dala Rizfie-Manajer)
Twitter/Instagram: @SafirSenduk