Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta masyarakat mensyukuri kondisi ekonomi Indonesia yang lebih baik dibanding negara lain. Selain itu, Presiden Jokowi juga meminta masyarakat bersyukur atas kesenjangan antara golongan yang kaya dan miskin (gini rasio) yang semakin menipis.
Jokowi mengatakan, saat ini kondisi ekonomi dunia sedang tidak baik. Beberapa negara lain perekonomiannya tengah mengalami guncangan, bahkan ada juga yang terus merosot hingga resesi.
Meski demikian, realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2016 berada di level yang baik, yaitu mencapai 5,02 persen. Angka pertumbuhan ekonomi pada 2016 tersebut cukup tinggi jika dibandingkan dengan beberapa negara tetangga.
Advertisement
Baca Juga
"Ekonomi dunia saat ini berada di posisi tidak baik. Kesulitan ekonomi terjadi di mana-mana, tetapi pertumbuhan ekonomi negara kita di 2016 alhamdulillah 5,02 persen," kata Jokowi dalam Kongres Ekonomi Umat dengan tema "Arus Baru Ekonomi Indonesia" yang diselenggarakan oleh Majelis Ulama Indonesia, di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Sabtu (22/4/2017).
"Ini patut kita syukuri. Jika dibanding dengan negara lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di urutan ketiga setelah India dan Tiongkok," ucapnya.
Jokowi melanjutkan, selain kondisi perekonomian yang stabil, gini rasio di Indonesia semakin mengecil. Gini ratio Indonesia pada September 2017 tercatat di 0,394 persen. Dia berharap jarak antara golongan miskin dan kaya akan semakin berdekatan di masa depan.
Untuk diketahui, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) gini ratio Indonesia pada September 2016 sebesar 0,394, turun 0,003 poin dibanding Maret 2016 yang mencatatkan gini ratio 0,397 dan 0,008 dari realisasi gini ratio September 2015 sebesar 0,402.
Dari rasio ketimpangan 0,394 di September 2016, wilayah perkotaan memiliki gini ratio paling tinggi dengan pencapaian 0,409 dibanding pedesaan yang sebesar 0,316.
Sementara gini ratio masyarakat 40 persen berpengeluaran rendah mencatatkan gini ratio 17,11, dan 40 persen dan berpengeluaran menengah 36,33, serta 45,56 untuk 20 persen berpengeluaran tinggi. (Pew/Gdn)