Bos Kadin: Konsep Bisnis 7-Eleven Kurang Tepat di RI

Bisnis ritel di Indonesia tetap bertumbuh meski tidak setinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 26 Jun 2017, 20:24 WIB
Diterbitkan 26 Jun 2017, 20:24 WIB
Sevel Tutup
Tulisan pengumanan terpampang di kaca gerai 7-Eleven di kawasan Jalan Kapten Tendean, Jakarta, Sabtu (24/6). Penutupan seluruh gerai 7-Eleven di Indonesia akan dilakukan 30 Juni 2017. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan P Roeslani menilai tutupnya 7-Eleven karena konsep bisnis yang kurang tepat dijalani di Indonesia. Hal ini menyusul rencana penutupan gerai 7-Eleven di Indonesia per 30 Juni 2017.

"7-Eleven ini bisnis modelnya kurang tepat di Indonesia. Saya sudah lihat sejak pertama dibuka," kata Rosan di sela-sela acara Halal Bihalal di rumah pribadinya kawasan Kemang, Jakarta, Senin (26/6/2017).

Pendiri Grup Recapital ini menilai, bisnis model yang membawa 7-Eleven dalam keterpurukan karena dengan marjin keuntungan yang tipis satu sampai tiga persen, namun pembeli bisa nongkrong berjam-jam hanya dengan membeli satu produk. Sementara biaya sewa toko besar dan tidak mampu ditutupi dari hasil penjualan.

"Bisnis modelnya kurang tepat karena marjin ritel itu cuma satu sampai tiga persen, mestinya in out cepat. Bukan cuma beli roti satu, lalu duduk sampai berjam-jam. Sedangkan biaya sewa ruangan besar," paparnya.

Berbeda dengan Alfamart dan Indomart, kata Rosan, ongkos sewa yang tidak sebesar 7-Eleven, namun kedua toko ritel modern tersebut mencatatkan volume transaksi yang jauh lebih tinggi dibanding toko ritel dari Amerika Serikat (AS) itu.

"Alfamart dan Indomart tempat kecil, efisien, orang keluar masuk, volumenya banyak. Kalau fix cost besar dipakai buat nongkrong doang, ya tidak jalan. Kecuali marjinnya besar, boleh lah," Rosan menerangkan.

Menurut Rosan, bisnis ritel di Indonesia tetap bertumbuh meski tidak setinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya. Dari laporan pengusaha ritel, sambungnya, kenaikan transaksi penjualan saat bulan puasa hanya 10 persen-15 persen. Beda dengan tahun sebelumnya yang mencapai peningkatan hingga 50 persen.

"Tetap naik sih tapi tidak sebanyak dulu. Pengusaha ritel di mal-mal untuk barang-barang mewah juga mengalami kenaikan yang tidak signifikan dibanding tahun-tahun sebelumnya," ujarnya.

Namun demikian, Rosan menuturkan belum ada pengurangan atau Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara masif akibat bisnis ritel yang lesu. "Saya lihat belum ada PHK yang masif. Memang kuncinya pemerintah harus menjaga daya beli masyarakat karena sebenarnya duit ada, tapi membelanjakannya tidak seagresif tahun-tahun sebelumnya karena masalah psikologis, seperti ada tensi di perpolitikan," tutur Rosan.

Rosan berharap, pemerintah dapat kembali merangsang minat belanja masyarakat dengan stimulus kebijakan. "Supaya daya beli masyarakat berkembang, harus ada stimulus kebijakan seperti insentif perpajakan sehingga masyarakat spending lebih banyak," tandasnya.

OK Oce Mart bakal gantikan 7-Eleven

Di temui di tempat yang sama, Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih, Sandiaga S. Uno prihatin dengan penutupan gerai 7-Eleven di seluruh Indonesia per 30 Juni mengingat kehadirannya sudah menyerap tenaga kerja cukup banyak. Selain itu, juga menggerakkan perekonomian nasional.

"Kita harap segera ada perbaikan di sektor ritel karena kelas menengah kita tumbuh. Mungkin OK-Oce Mart bisa jadi pengganti dan membuka peluang," harapnya.

OK-Oce Mart merupakan program Gubernur dan Wagub DKI Jakarta terpilih Anies-Sandi. OK-Oce Mart adalah sebuah minimarket yang dibangun menggunakan peti kemas.

Peti kemas ini sudah dimodifikasi diberikan pendingin ruangan, lampu, dan menjual berbagai macam produk makanan dan minuman. Menerapkan sistem kemitraan sehingga OK-Oce Mart diharapkan dapat menumbuhkan wirausaha baru.

Menurut Sandi, pemerintah perlu mengevaluasi kebijakan di bisnis ritel, salah satunya kemungkinan adanya tumpang tindih regulasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang menyebabkan 7-Eleven terpuruk. Atau mungkin juga model bisnis 7-Eleven yang belum bisa diterapkan di pasar Jakarta.

"Ini yang dikeluhkan pengusaha ritel adalah izin 7-Eleven apakah ritel atau restoran. Ini yang tumpang tindih dan menimbulkan kerancuan," jelasnya.

Ke depan, Sandi berjanji akan berdiskusi dengan pengusaha untuk memformulasikan kebijakan yang lebih berpihak pada penciptaan lapangan kerja dan menggerakkan perekonomian nasional.

"Tidak hanya fokus ke 7-Eleven, tapi semuanya. Ke depan kita harus berpikir bagaimana bauran kebijakan di lapangan bisa menggerakkan ekonomi," tandasnya.

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya