Takut Jadi Pengangguran, Dugaan Aksi Mogok Pekerja JICT Berhenti

Serikat Pekerja JICT menghentikan aksi mogok kerja sejak Senin sore 7 Agustus 2017.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 08 Agu 2017, 16:30 WIB
Diterbitkan 08 Agu 2017, 16:30 WIB
Pekerja JICT
Suasana bongkar muat di Jakarta International Countainer Terminal (JICT) di Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (3/8). Suasana sepi ini disebabkan Aksi Mogok kerja ratusan Pekerja PT Jakarta International Countainer Terminal (JICT). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Keputusan Serikat Pekerja (SP) PT Jakarta International Container Terminal (JICT) menghentikan aksi mogok kerja sejak kemarin sore pukul 16.00 WIB pada 7 Agustus 2017 dinilai sebagai bukti SP sudah kehilangan dukungan mayoritas pekerja JICT.

"Pada akhirnya mayoritas pekerja JICT sadar bahwa mereka telah diperdayai oleh oknum-oknum pekerja yang hanya mengejar uang. Sikap SP yang terus melawan pemegang saham sudah tidak didukung pekerja JICT," ungkap Direktur Namarin Institute Siswanto Rusdi di Jakarta, Selasa (8/8/2017).

Siswanto mengatakan, para pekerja JICT mulai menyadari upaya-upaya yang dilakukan SP JICT justru menjadi ancaman bagi nasib mereka.

Lantaran jika SP tetap ngotot menolak perpanjangan kerja sama antara PT JICT dan Hutchinson untuk mengelola dermaga milik Pelindo II, para pekerja JICT terancam jadi pengangguran di 2019 saat kerja sama berakhir.

Berakhirnya kerja sama JICT-Pelindo II tidak serta merta menjadikan PT JICT otomatis dimiliki 100 persen oleh Pelindo II. Sebagai entitas perusahaan, kepemilikan saham di JICT tidak akan berubah, kecuali pemegang saham melakukan pengalihan.

"Jika perpanjangan kerja sama JICT Pelindo II dibatalkan, saya tidak yakin Pelindo II mau membeli saham Hutchison di JICT. Duitnya dari mana? Pelindo pasti memilih kerja sama dengan perusahaan lain. Apalagi JICT mesti bayar pesangon besar kepada pekerja yang angkanya ratusan miliar," ungkap Siswanto.

Siswanto mengatakan, sikap SP JICT yang memaksakan kehendak kepada perusahaan harus ditindak tegas. Manajemen JICT jangan mau berkompromi dengan pekerja yang terus berusaha mematikan perusahaan.

"Motif SP JICT menolak perpanjangan kerja sama JICT-Pelindo II jelas hanya uang. Mereka mengincar uang pesangon besar ketika kerja sama berakhir 2019. Masa pemegang saham dan pemerintah diam ketika asetnya hendak dibangkrutkan sekelompok pekerja rakus?" tegas Siswanto.

Itu sebabnya, lanjut Siswanto, perpanjangan kerja sama JICT-Pelindo II adalah opsi terbaik. Pelindo II menjadi pemilik mayoritas di JICT dan mendapatkan biaya sewa dermaganya sebesar US$ 85 juta atau hampir Rp 1 triliun per tahun. Dana tersebut bisa digunakan untuk investasi di tempat lain oleh Pelindo II. (Yas)

 

 

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya