Konsumsi Rakyat RI Bergeser, dari Borong Baju ke Jalan-Jalan

Saat ini, pendapatan kelas menengah stagnan sehingga sebagian besar cenderung menahan konsumsi.

oleh Agustina Melani diperbarui 09 Agu 2017, 15:17 WIB
Diterbitkan 09 Agu 2017, 15:17 WIB
Saat ini, pendapatan kelas menengah stagnan sehingga sebagian besar cenderung menahan konsumsi.
Saat ini, pendapatan kelas menengah stagnan sehingga sebagian besar cenderung menahan konsumsi.

Liputan6.com, Jakarta - Ekonomi Indonesia membukukan pertumbuhan ekonomi 5,01 persen pada kuartal II 2017. Pertumbuhan ekonomi tersebut dinilai cukup baik. Sejumlah sektor usaha juga terus bertumbuh didorong oleh pergeseran konsumsi.

Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI), Ari Kuncoro, menuturkan, Indonesia pernah mengalami dampak penguatan harga komoditas. Ini mendorong tumbuhnya kelas menengah dan meningkatkan pendapatan masyarakat di Indonesia. Kelas menengah itu biasanya mampu membeli handphone, motor, mobil dan pergi liburan, serta makan di restoran.

Namun, ketika pendapatan kelas menengah stagnan, menurut Ari, terjadi perubahan pola konsumsi masyarakat kelas menengah.

"Mereka sudah telanjur hidup enak makan di luar, ingin tetap mengesankan orang lain sehingga masih disebut kelas menengah dengan jalan-jalan," ujar Ari saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (9/8/2017).

Ari mengatakan, kelas menengah saat ini pendapatannya stagnan cenderung menahan konsumsi. Sebelumnya masyarakat kelas menengah tersebut membeli handphone, baju, barang elektronik, furnitur dan lainnya kini cenderung mengorbankan hal itu untuk kesenangan lainnya.

Hal itu menurut Ari berdampak ke sektor ritel. "Jadi mereka ke mal sekarang hanya lihat-lihat. Karena pendapatan sudah pas-pasan harus ada yang dikorbankan," kata Ari.

Masyarakat kelas menengah saat ini lebih memilih pergi jalan-jalan. Ini cara agar tetap eksis dan masih dipandang masyarakat kelas menengah. "Bukan zamannya lagi menampilkan HP terbaru di media sosial. Mereka sekarang memilih menampilkan foto liburan di Bali, Singapura, dan lainnya. Posting-an foto itu ditampilkan di media sosial," kata dia.

Selain itu terkait ada anggapan adanya pergeseran belanja dari konvensional ke online, menurut Ari, hal tersebut juga tidak tepat. "Bila dilihat data produksi juga turun dan stagnan. Bila bergeser ke online harusnya ada pertumbuhan produksi," ujar Ari.

Ekonomi Indonesia tumbuh 5,01 persen juga masih baik. Ini didukung dari pergeseran konsumsi masyarakat yang kini menyukai pergi liburan. Menurut Ari, ini dapat dilihat dari pertumbuhan di sektor jasa, yaitu hotel dan restoran.

"Ini bergeser saja konsumsi maka ekonomi tumbuh 5,01 persen. Kalau semua melemah maka pertumbuhan ekonomi melemah," kata dia.

Konsumsi masyarakat untuk jalan-jalan cenderung bertahan meski ada sedikit fluktuasi, tetapi pada periode akhir pengamatan besarannya justru meningkat.

Kemacetan terjadi di Jalan Tol Jagorawi ke arah Bogor atau Puncak, Malang-Surabaya, Yogyakarta-Magelang, bandara yang sibuk pada Jumat, dan tiket kereta api terjual habis pada saat libur panjang menggambarkan keinginan sebagian besar rumah tangga untuk menikmati waktu luang keluar dari rutinitas.

"Tampaknya mereka berasal dari segala lapisan pendapatan di kelas menengah," kata dia.

Fenomena ini menjadi peluang tepat yang dapat dimanfaatkan pemerintah untuk menggunakan wisata domestik sebagai salah satu penggerak perekonomian dalam negeri.

Ia menuturkan, agar ekonomi tumbuh di atas 5 persen tetap diperlukan kontribusi pengeluaran pemerintah, investasi dan ekspor.

Investasi dan ekspor harus digalakkan terus sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi dengan menekan ekonomi biaya tinggi dan memperbaiki sistem logistik di dalam negeri.

Dalam hal penghematan anggaran yang dilakukan pemerintah, struktur pemungutan anggaran harus tetap memperhatikan dampak dari stimulus anggaran terhadap ekonomi.

Jika tujuannya adalah untuk menggerakkan ekonomi, dampak pengganda terbesar, yaitu di satu daerah mempunyai struktur ekonomi lengkap mulai dari pertanian hingga industri manufaktur dan jasa-jasa.

Jika pengeluaran pemerintah diarahkan ke sektor pertanian di pedesaan dan daerah yang padat penduduk, efek pengganda akan berputar semakin lama melalui hierarki desa, kota kecil, kota menengah dan akhirnya kota besar, menciptakan proses pertumbuhan ekonomi inklusif.

Rencana pemerintah untuk merevitalisasi 1.600 kilometer jalan kereta api yang tidak aktif dapat dikategorikan sebagai kebijakan sapu jagat karena akan melibatkan daerah penduduk perkotaan, dan pedesaan yang relatif padat penduduknya melalui public work, sektor pariwisata termasuk usaha penginapan yang berbasis rumah tangga dan industri manufaktur kerajinan rakyat berbasis rumah tangga.

Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,01 persen di kuartal II 2017 (year on year/YoY). Angka tersebut sama dengan pencapaian kuartal sebelumnya yang juga di angka 5,01 persen.

Kepala BPS Suhariyanto atau yang akrab disapa Kecuk menjelaskan, realisasi pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2017 ini di bawah perkiraan. Namun, masih berada di koridor yang bagus dengan mempertimbangkan situasi global yang tidak pasti dan harga komoditas yang turun.

Ada beberapa yang mempengaruhi angka pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2017 tersebut. Pertama adalah harga komoditas minyak dan gas dan nonmigas di pasar internasional pada kuartal I 2017 secara umum mengalami penurunan. Hal tersebut menahan angka pertumbuhan ekonomi menuju ke level yang lebih tinggi.

Selain itu, konsumsi rumah tangga dalam pertumbuhan ekonomi 5,01 persen di kuartal II 2017 menurun.

Kondisi serupa juga terjadi pada konsumsi rumah tangga yang tumbuh melambat dibandingkan kuartal II-2016 karena salah satunya masyarakat golongan menengah atas lebih menahan belanja dan mengalihkan uangnya ke tabungan.

Konsumsi rumah tangga di kuartal II 2017 tumbuh 4,95 persen atau lebih lambat dari periode yang sama 2016 sebesar 5,07 persen. Namun dibanding kuartal I 2017 sebesar 4,94 persen, pertumbuhan konsumsi rumah tangga di kuartal II ini naik tipis.

"Ini membuktikan daya beli masyarakat masih kuat karena pertumbuhan konsumsi rumah tangga ‎4,95 persen. Semua komponen tumbuh tinggi, tidak ada yang negatif. Memang ada perlambatan dibanding kuartal II-2016," jelas ‎Kecuk di kantornya, Jakarta, Senin 7 Agustus 2017.

Komponen yang memengaruhi pertumbuhan konsumsi rumah tangga ‎di kuartal II ini, antara lain makanan dan minuman, selain restoran tumbuh 5,24 persen atau melambat dibanding 5,26 persen di kuartal II 2016.

Komponen lain dari kesehatan dan pendidikan tumbuh melambat dari 5,47 persen di kuartal II 2016 menjadi 5,40 persen di kuartal II-2017. Transportasi dan komunikasi dari 5,51 persen menjadi 5,32 persen. Adapun restoran dan hotel yang tumbuh lebih tinggi dari 5,48 persen menjadi 5,87 persen; dan lainnya tumbuh 2,05 persen atau melambat dari 2,58 persen di kuartal II tahun lalu.

 Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya