Sawit Sumbang Devisa Rp 239 Triliun ke Indonesia

Sertifikasi ISPO wajib dilakukan agar minyak sawit Indonesia dapat diterima dan memiliki posisi tawar yang tinggi di pasar eks

oleh Nurmayanti diperbarui 29 Agu 2017, 15:00 WIB
Diterbitkan 29 Agu 2017, 15:00 WIB
Ilustrasi Perkebunan Sawit
Ilustrasi Perkebunan Sawit (iStockphoto)​

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkebunan tengah fokus mendorong semua perusahaan sawit untuk mengikuti program sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO). Selama ini kelapa sawit menyumbang sumber devisa mencapai Rp 239,4 triliun.

Salah satu upayanya, Direktorat Jenderal Perkebunan menggelar kegiatan penyerahan sertifikat ISPO dan workshop penguatan ISPO di Auditorium Kantor Pusat Kementan, Jakarta, Selasa (29/8/2017).

“Dari Rp 11,9 juta hektare lahan sawit di Indonesia, baru 16,7 persen yang sudah bersertifikat ISPO. Capaian kita baru 14 persen untuk ISPO. Setelah penyerahan sertifikasi hari ini jadi 16,7 persen. Salahnya bukan di sekretariat, tetapi karena persyaratan yang memang harus banyak dipenuhi. Kita targetnya harus ISPO semua. Jika sudah ISPO, saya kira tidak ada yang mengatakan bahwa sawit kita tidak baik. Pasar luar negeri pun bisa menghargai produk sawit kita,” ujar Dirjen Perkebunan Kementan Bambang.

Bambang mengatakan, kegiatan ini untuk meningkatkan komitmen seluruh stakeholder perkelapasawitan nasional guna mendukung program sertifikasi ISPO dan penguatan pengembangan kelapa sawit berkelanjutan. Ini menjadikan ISPO lebih acceptable di dalam negeri maupun di pasar internasional.

Sertifikasi ISPO wajib dilakukan agar minyak sawit Indonesia dapat diterima dan memiliki posisi tawar yang tinggi di pasar ekspor, serta pengelolaan perkebunan sawit Indonesia dapat dilakukan secara berkelanjutan.

Menurutnya, penerapan ISPO juga sebagai langkah Indonesia menghadapi tudingan-tudingan negatif yang dialamatkan kepada sawit Indonesia. Isu tersebut yakni dari perusakan hutan hingga pelanggaran hak asasi manusia.

“Karena itu, saya mengimbau kepada para pelaku usaha dan Sekretariat ISPO untuk terus melakukan percepatan sehingga sertifikasi ISPO dipercepat. Untuk percepatan, kita terus membuka diri kepada perusahaan yang ingin memberikan pengabdian terhadap wacana sertifikasi,” dia menegaskan.

Percepatan penerapan sertifikasi ISPO sangat penting. Hal ini mengingat hingga saat ini, kelapa sawit masih menjadi komoditas emas perkebunan. Kelapa sawit sebagai sumber devisa juga memberikan kontribusi yang sangat besar untuk pembangunan nasional.

“Faktanya, kelapa sawit juga sebagai penyedia lapangan kerja cukup banyak dan penyedia bahan pangan seperti minyak goreng, mentega dan shortening. Kemudian sebagai bahan baku energi nabati, sebagai pendorong pengembangan wilayah dan menjamin keseimbangan pelestarian lingkungan,” jelas dia.

Program Replanting

Oleh karena itu, untuk menjamin dan meningkatkan produksi kelapa sawit, Bambang menyebutkan Kementan saat ini juga fokus memperbaiki kebun kelapa sawit rakyat yang luas totalnya 20.780 ha yakni melalui program replanting. Pelaksanaan replanting perdana akan berlangsung di awal September 2017 ini, yakni di daerah Musi, Banyuasin, Sumatera Selatan.

“Pelaksana replanting ini kita harapkan benar-benar memperbaiki kelapa sawit rakyat. Saya mohon dukungan pelaku industri kelapa sawit sekiranya alokasi dan khususnya untuk replanting melalui BPDP Sawit agar petani sawit mengawal petani di sekitarnya supaya bisa melaksanakan replanting secara swadaya sehingga benar-benar memberikan kesejahteraan untuk teman-teman petani. Ini merupakan salah satu tekad kita wujudkan nawacita,” dia menandaskan.

Sampai dengan 29 Agustus 2017 ini telah diserahkan 306 sertifikat ISPO kepada 304 perusahaan sawit, satu asosiasi petani plasma dan satu koperasi petani swadaya, dengan luas kebun sawit 1,882 juta hektare dan produksi CPO 8,15 juta ton per tahun.

 Tonton video menarik berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya