Dolar AS Kembali Melemah di Awal Pekan

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran lebar pada 13.126 per dolar AS hingga 13.189 per dolar AS.

oleh Arthur Gideon diperbarui 11 Sep 2017, 11:18 WIB
Diterbitkan 11 Sep 2017, 11:18 WIB
Rupiah Menguat 12 Poin atas Dolar
Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran lebar pada 13.126 per dolar AS hingga 13.189 per dolar AS.

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah bergerak menguat pada perdagangan Senin ini. Seiring berjalannya bulan September, Dolar AS sepertinya akan terus melemah.

Mengutip Bloomberg, Senin (11/9/2017), rupiah dibuka di angka 13.187 per dolar AS, turun tipis jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya. Namun menjelang siang, rupiah mampu menguat ke kisaran 13.140 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran lebar pada 13.126 per dolar AS hingga 13.189 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah mampu menguat 2,41 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 13.154 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 13.284 per dolar AS.

Dolar AS memang terus tertekan di Asia semenjak meningkatnya risiko gopolitik terkait aktivitas yang dijalankan oleh Korea Utara. Namun pelemahan pada hari ini tidak terlalu besar.

Pekan lalu, Korut membuat seisi Bumi ketar-ketir. Sebab, negara itu diduga telah melakukan uji coba nuklir keenam, sekaligus yang terkuat. Pyongyang mengklaim, ledakan yang memicu gempa lokal dengan kekuatan 6,3 SR tersebut berasal dari ledakan senjata termonuklir, yang konon bisa dipasang di rudal antarbenua milik mereka.

"Pelaku pasar masih melihat dampak negatif dari berbagai sentimen geopolitik terhadap dolar AS," jelas analis Mizuho Securities Masafumi Yamamoto dikutip dari Reuters. Namun memang pada hari ini tekanan terhadap dolar AS tidak terlalu besar.

Ia melanjutkan pelaku pasar juga melihat dampak dari Badai Irma terhadap perekonomian AS. Sebagian besar masih berharap akan reformasi perpajakan yang dijalankan oleh Presiden AS Donald Trump.

Research Analyst FXTM Lukman Otunuga menambahkan, pelemahan dolar AS juga disebabkan pengunduran diri Wakil Gubernur Bank Sentral AS Stanley Fischer, pada pekan lalu.

Komentar dovish dari pejabat Fed Lael Brainard pada awal pekan ini juga memperburuk suasana karena membuat investor mengevaluasi kembali kemungkinan kenaikan suku bunga tahun ini.

Seiring berjalannya bulan September, Dolar AS sepertinya akan terus melemah. "Ketidakstabilan politik di Washington dan menipisnya ekspektasi kenaikan suku bunga akan sangat membebani mata uang ini," tutur dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya