Kurangi Beban PLN, Luhut Minta Sebagian Proyek Pembangkit Ditunda

Menko Luhut mengaku akan memetakan kembali proyek-proyek pembangunan pembangkit listrik yang masuk dalam program 35 ribu Mega Watt (MW).

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 27 Sep 2017, 14:50 WIB
Diterbitkan 27 Sep 2017, 14:50 WIB
20160517- Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan-Jakarta- Herman Zakharia
Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan saat wawancara khusus di SCTV Tower, Jakarta, Selasa (17/5). Luhut mengatakan Jokowi tidak berpihak kepada siapa pun, pada calon ketua umum Golkar. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Bandung - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengaku akan menindaklanjuti surat Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengenai potensi gagal bayar utang oleh PT PLN (Persero).

Di sela-sela Rapat Koordinasi Pemerintah Pusat dan Daerah di Bandung, Luhut mengaku akan memetakan kembali proyek-proyek pembangunan pembangkit listrik yang masuk dalam program 35 ribu Mega Watt (MW).

Pemetaan ini demi menentukan proyek mana saja yang pengerjaannya bisa mundur dan yang harus dipercepat penyelesaiannya. "Hanya memang kita perlu ada penyesuaian target penyelesaian proyek 35 ribu Mega Watt, jadi kita perlambat beberapa proyek," kata Luhut di Bandung, Rabu (27/9/2017).

Terkait proyek yang akan diundur waktu penyelesaiannya, Luhut mengaku akan terlebih dahulu mendiskusikan hal ini dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PLN.

Perihal beban yang ditanggung PLN seiring upaya pemerintah untuk meningkatkan elektrifikasi di Indonesia, Luhut meminta satu hal terkait ini. "Semua harus profesional, pemerintah termasuk BUMN harus lebih profesional," tegas dia.

 

Surat Sri Mulyani

Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya diketahui melayangkan surat ke Menteri ‎Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan. Surat tersebut berisi kekhawatiran tentang kegagalan PT PLN (Persero) ‎membayar utang yang berisiko pada keuangan negara.

Seperti yang dikutip dari surat Menteri Keuangan bernomor‎ S-781/MK.08/2017, soal Perkembangan Risiko Keuangan Negara atas Penugasan Infrastruktur Ketenagalistrikan, Rabu (28/9/2017), Sri Mulyani menyampaikan lima poin penting yang harus diperhatikan Menteri Rini dan Menteri Jonan.

Pertama mengenai kinerja PLN ditinjau dari sisi keuangan terus mengalami penurunan, seiring dengan semakin besarnya kewajiban korporasi untuk memenuhi pembayaran pokok dan bunga pinjaman yang‎ tidak didukung dengan pertumbuhan kas bersih operasi.

Hal ini menyebabkan dalam tiga tahun terakhir Kementerian Keuangan harus mengajukan permintaan walver pada lender PLN, sebagai dampak terlanggarnya kewajiban pemenuhan covenant PLN dalam perjanjian pinjaman, untuk menghindari cross default atas pinjaman PLN yang mendapatkan jaminan pemerintah.

Kedua, terbatasnya internal fund PLN untuk melakukan investasi, dalam melaksanakan penugasan pemerintah berdampak pada ketergantungan PLN dari pinjaman, baik melalui pinjaman kredit investasi perbankan, penerbitan obligasi, maupun pinjaman dari lembaga keuangan Internasional.

Ketiga, berdasarkan profil jatuh tempo pinjaman PLN, kewajiban pembayaran pokok dan bunga pinjaman PLN diproyeksikan akan terus meningkat dalam beberapa tahun mendatang.

Sementara itu, pertumbuhan penjualan listrik tidak sesuai dengan target, adanya kewajiban pemerintah untuk meniadakan kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) dapat berpotensi meningkatkan risiko gagal bayar PLN.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya