3 Tahun Jokowi-JK, Pemerataan Ekonomi Belum Sentuh Warga Terbawah

Pemerataan ekonomi dan pendapatan masyarakat yang belum signifikan menyentuh masyarakat golongan bawah dapat terlihat tingkat gini rasio.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 17 Okt 2017, 20:10 WIB
Diterbitkan 17 Okt 2017, 20:10 WIB
20161006-rakyat miskin-jakarta-FF1
Seorang ibu membawa kedua anaknya mencari barang bekas dengan gerobak melintasi kawasan Wahid Hasyim, Jakarta, Kamis (6/10). Jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta meningkat menjadi 384.300 orang atau 3,75% dari total penduduk. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Institute for Development of Economics dan Finance (Indef)‎ menilai, pemerataan ekonomi dan pendapatan masyarakat selama 3 tahun masa pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) masih belum banyak berubah. Hal tersebut salah satunya karena belum efektifnya program-program yang dijalankan oleh pemerintah.

Pengamat Ekonomi Indef Bhima Yudistira mengatakan, pemerataan ekonomi dan pendapatan masyarakat yang belum signifikan menyentuh masyarakat golongan bawah dapat terlihat tingkat gini rasio.

"Pemerataan itu masih stagnan. Rasio gininya masih 0,39, penurunannya dari 0,41 tidak signifikan. Ini karena banyak program pemerintah yang belum berjalan secara optimal," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Selasa (17/10/2017).

Menurut dia, banyak program pemerintah yang masih belum optimal untuk mencapai pemerataan ekonomi masyarakat. Salah satu contohnya, reforma agraria yang ditargetkan bisa meredistribusi sebanyak 9 juta hektare (ha) lahan kepada masyarakat.

"Misalnya soal reforma agraria yang bagi-bagi 9 juta ha lahan, tapi 4,5 juta ha masih dominan hanya bagi-bagi sertifikat. Belum redistribusi lahan secara langsung," kata dia.‎

Kemudian soal dana bantuan sosial yang sebenarnya sudah meningkat cukup besar. Namun sayangnya eksekusi di lapangan masih sering terlambat sehingga kurang dirasakan oleh masyarakat.

"Dana bantuan sosial sudah cukup besar tetapi kadang-kadang waktu penyalurannya terlambat. Makanya per Maret 2017 angka kemiskinan justru naik 6.900 orang hanya dalam 6 bulan. Ini karena penyaluran rastranya terlambat," jelas dia.‎

Selain itu, ‎saat ini ‎‎40 persen masyarakat golongan bawah mengalami tekanan karena ada pencabutan subsidi listrik untuk golongan 900 VA. Sehingga meskipun harga kebutuhan pokok relatif stabil, tetapi harga kebutuhan pokok lain seperti pakaian dan perumahan mengalami kenaikan yang cukup signifikan.‎

"Kemudian pendapatan 40 persen masyarakat terbawah khususnya pada upah buruh tani turun 4 persen dalam 3 tahun terakhir. Nilai tukar petani turun 2,3 persen dan upah riil buruh bangunan juga turun sekitar 5 persen dalam 3 tahun terakhir. Jadi upahnya tidak bisa menandingi inflasi, walaupun inflasinya hanya 3 persen tetapi upah yang diterima juga kecil. Makanya upah riil buruh bangunan turun meskipun ada proyek infrastruktur," tandas dia.

Tonton Video Pilihan Ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya