Penataan 11 Perkampungan Nelayan Terganjal Pembebasan Lahan

pemerintah melakukan penataan kawasan permukiman nelayan dan kawasan tepi air di 11 lokasi.

oleh Septian Deny diperbarui 28 Okt 2017, 11:00 WIB
Diterbitkan 28 Okt 2017, 11:00 WIB
Melongok Kehidupan Warga Kampung Nelayan Cilincing
Sejumlah kapal nelayan tengah bersandar karena air laut surut di kawasan Kampung Nelayan Cilincing, Jakarta Utara Rabu (8/2). (Fery Pradolo/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan‎ Rakyat (PUPR) melakukan penataan kawasan permukiman nelayan dan kawasan tepi air di 11 lokasi. Namun program penataan ini masih terhambat pembebasan lahan milik warga sekitar.

Sekretaris Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR Rina Agustin Indriani mengatakan saat ini rata-rata progres penataan kawasan di 11 lokasi tersebut baru mencapai 20 persen. Yang menunjukan progresnya paling tinggi yaitu di kawasan Beting, Kalimantan Barat.

"Progres paling tinggi di Beting (Kalimantan Barat) karena sudah siap semua, kalau progres lain di luar Beting sekitar 20 persen. Di Beting kita sudah tangani sejak 2016 jadi kondisi lahannya sudah siap. Kalau yang lain baru kita mulai di 2017. Kecuali yang di Bengkulu dan Tegal juga sudah dimulai di 2016 itu sudah lebih tinggi juga progresnya," ujar dia di Pontianak, Kalimantan Barat, seperti ditulis Sabtu (28/10/2017).

Dia menjelaskan, masih rendahnya progres pengerjaan program ini salah satunya disebabkan oleh masalah pembebasan lahan. Sebab, proses pembebasan tersebut menjadi kewenangan pemerintah daerah (pemda).

"Permasalahan di lahan, banyak yang belum siap, harus pengadaan lahan dulu, ini anggarannya ada di pemda. Lahannya ada yang masih milik warga, misalnya kita mau bangun RTP (ruang terbuka publik) di situ belum sepenuhnya milik pemerintah, masih milik warga, belum bebas, itu harus ada ganti rugi," kata dia.

Menurut Rina, anggaran yang dialokasikan untuk program ini mencapai Rp 400 miliar. Dana tersebut digunakan untuk beragam pekerjaan seperti pembangunan jalan lingkungan, pembangunan ruang terbuka bagi masyarakat serta penyediaan jalur pejalan kaki di tepian air sungai atau laut (promanade).

"Sekitar Rp 300 miliar-Rp 400 miliar, itu multiyear 2 tahun. Secara garis besar kita bangun jalan lingkungan, promanade, ruang terbuka hijau di tepi sungai," ungkap dia.

Meski progres pembangunan masih 20 persen, namun Rina optimis penataan kawasan nelayan di 11 lokasi ini bisa selesai pada 2018. Menurut dia, saat ini pengerjaan terus dilakukan di areal yang tidak bermasalah soal lahannya.

"Nelayan itu kan kampungnya padat, kalau kita mau melebarkan jalan, kanan-kirinya masih ada lahan milik warga. Tapi secara pararel kita kerjakan yang sudah siap dulu. Kami optimis (selesai) di 2018.‎ Harus (selesai), kontrak kita kan sampai Juli 2018," tandas dia.

Sebagai informasi, Kementerian PUPR pada periode 2016-2019 melakukan Penataan Kawasan Permukiman Nelayan dan Tepi Air di 11 lokasi.

Sebelas kawasan tersebut yakni Kampung Beting (Kota Pontianak), Kampung Sumber Jaya (Kota Bengkulu), Kawasan Nelayan Indah (Kota Medan), Kampung Kuin (Kota Banjarmasin), Kampung Karangsong (Kota Indramayu).

Kemudian, Kampung Tegalsari (Kota Tegal), Kampung Tambak Lorok (Kota Semarang), Kampung Moro Demak (Kabupaten Demak), Kampung Untia (Kota Makassar), Kampung Oesapa (Kota Kupang) dan Kawasan Hamadi (Kota Jayapura).

Dari sebelas kawasan tersebut, tiga diantaranya sudah dimulai pekerjaan fisiknya tahun 2016, yakni Kampung Beting (Kota Pontianak), Kampung Tegalsari (Kota Tegal) dan Kampung Sumber Jaya (Kota Bengkulu) dengan menggunakan kontrak tahun jamak.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya