Mendag: Aturan Terbit, Impor Rokok Elektrik ke RI Bisa 30 Tahun

Importir boleh memasok atau mengedarkan atau memperdagangkan cairan rokok elektrik di Indonesia apabila sudah mendapat rekomendasi.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 18 Nov 2017, 17:29 WIB
Diterbitkan 18 Nov 2017, 17:29 WIB
Rokok Elektrik
Ilustrasi Rokok Elektrik atau Vape (iStockphoto)

Liputan6.com, Cikokol - Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita menerbitkan aturan yang membatasi impor cairan rokok elektrik atau vape. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sehingga diyakini akan membatasi peredaran maupun penjualan rokok elektrik impor di Indonesia.

"(Permendag) sudah keluar, sudah ditandatangani minggu lalu," tegas Enggartiasto saat ditemui di kantor pusat Alfamart, Cikokol, Tangerang, Sabtu (18/11/2017).

Dia menegaskan, dalam aturan main di permendag tersebut, importir boleh memasok atau mengedarkan atau memperdagangkan cairan rokok elektrik di Indonesia apabila sudah mendapat rekomendasi dari Menteri Kesehatan (Menkes), Badan pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin), serta mengantongi Standar Nasional Indonesia (SNI).

"Nah kan panjang. Kelihatannya 20-30 tahun lagi juga tidak akan keluar tuh barang (impor cairan rokok elektrik)," Enggartiasto menegaskan.

Dirinya lebih jauh menjelaskan, selama ini pemerintah tidak melarang atau membatasi impor maupun peredaran cairan rokok elektrik dari luar negeri. Dengan begitu, cairan vape impor yang selama ini dijual di Tanah Air tidak dapat dikatakan ilegal.

"Dulu tidak diatur, tidak dilarang, jalan aman tenteram sehingga tidak bisa dibilang ilegal. Tapi sekarang diatur impornya," tegasnya tanpa menyebut data impor cairan rokok elektrik sekaligus negara pengimpor.

Jika sudah mendapatkan rekomendasi izin dari Kemenkes, Kemenperin, BPOM, dan memperoleh SNI, maka kata Enggartiasto, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan dapat memungut cukai cairan rokok elektrik sebesar 57 persen.

"Kebijakan cukai tidak ada soal. Kalau sudah dapat izin impor, bayar (cukai). Persoalannya sekarang untuk mendapatkan izin 30 tahun saja belum tentu dapat. Apalagi makin lama makin sulit izinnya," tuturnya.

Jika ada praktik penyelundupan, Enggartiasto meminta para aparat keamanan untuk menangkapnya. "Tangkap kalau sembunyi-sembunyi," pungkasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Cairan Vape Tak Mengandung Tembakau Bebas Cukai 57 Persen

Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan memastikan hanya akan mengenakan cukai 57 persen atas cairan (liquid) rokok elektrik atau vape yang mengandung tembakau per 1 Juli 2017. Sementara, selain itu, bebas dari pungutan cukai.

"Semua likuid yang ada tembakaunya kena cukai. Kalau tidak ada yang mengandung tembakaunya tidak kena," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai, Heru Pambudi saat ditemui di kantornya, Jakarta, Selasa (7/11/2017).

Kebanyakan cairan vape maupun e-cigarette mengandung tembakau. Dengan demikian, sambungnya, cukai sebesar 57 persen akan dikenakan atas cairan vape yang sudah ada izin dari Kementerian Perdagangan (Kemendag).

"So far semua kan ada (mengandung tembakau). Kalau mereka bisa buktikan tidak ada kandungan tembakau, berarti bukan objek cukai," Heru menegaskan.

Pada prinsipnya, pemerintah memungut cukai tembakau. Sementara yang dikenakan cukai untuk rokok elektrik, adalah cairan atau liquidnya yang mengandung tembakau atau disebut sebagai Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL).

"E-cigarette dan vape bahannya adalah tembakau dalam bentuk cair. Tembakau sudah diatur di dalam Undang-undang (UU) Cukai dan sebenarnya bukan objek baru. Ini adalah objek lama, jenisnya saja berbeda, tidak konvensional," Heru menerangkan.

Sebelum memutuskan untuk mengenakan cukai cairan vape, diakui Heru, sudah berkoordinasi dengan asosiasi dan Kementerian Kesehatan. Dialog diadakan bersama masyarakat yang setuju maupun tidak setuju dengan pungutan cukai rokok elektrik.

"Semua kami sudah komunikasikan untuk penerapan 1 Juli 2017, sehingga masyarakat bisa siap. Tapi semuanya juga terikat pada ketentuan nonfiskal, yakni mengenai izin edar, dan apakah impornya diperbolehkan," tuturnya.

"Kalau memang ada izin impornya, yang dikenakan ya importirnya. Kalau yang di dalam negeri, ya produsennya yang dikenakan cukai," tandas Heru.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya