Konsumsi Melambat, Ini Prediksi Ekonomi RI pada 2017

Ekonom mengharapkan pemerintah dapat menciptakan kebijakan yang kembali meningkatkan konsumsi masyarakat.

oleh Septian Deny diperbarui 28 Nov 2017, 15:15 WIB
Diterbitkan 28 Nov 2017, 15:15 WIB
BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi Jakarta turun tipis ke 5,85%
Pemandangan gedung pencakar langit di Jakarta, Senin (27/2). Berdasarkan perkiraan Bank Indonesia (BI) angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) DKI Jakarta pada tahun 2016 tercatat tumbuh 5,85% secara tahunan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Center of Reform on Economics (CORE) memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2017 tidak akan mencapai 5,1 persen. Hal ini salah satunya disebabkan oleh turunnya konsumsi rumah tangga yang selama bertahun-tahun menjadi kontributor utama pertumbuhan ekonomi.

Direktur Eksekutif CORE Hendri Saparini mengatakan, awalnya CORE memang memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 5,2 persen di 2017. Namun, melihat kondisi ekonomi di sepanjang tahun ini, pihaknya pesimistis, ekonomi Indonesia bisa tumbuh melebihi 5,1 persen.

"Waktu itu kita sampaikan, ekonomi kita akan tumbuh 5,2 persen. Kemudian mid year review core menyampaikan maksimal hanya 5,1 persen. Perkiraan kami mungkin tahun ini kita tidak akan sampai di 5,1 persen. Sedikit di bawah 5,1 persen. Ini yang kita hasilkan, karena ada beberapa catatan-catatan, dan ada PR yang tidak dilakukan," ujar dia di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Selasa (28/11/2017).

Dia mengungkapkan, akar permasalahan pertumbuhan ekonomi di 2017 adalah konsumsi rumah tangga. Melambatnya pertumbuhan konsumsi ini bukan hanya disebabkan oleh perubahan pola belanja masyarakat.‎

"Pada proyeksi kita di November (2016), ada kekhawatiran terhadap sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia, yakni dari konsumsi rumah tangga, karena pemerintah merencanakan kenaikan harga BBM, listrik, dan gas," kata dia.‎

Dari ketiga komponen energi tersebut, lanjut Hendri, pemangkasan subsidi listrik untuk golongan pelanggan 900 VA dari 23,9 juta rumah tangga jadi 4 juta rumah tangga menjadi pemukul terberat bagi konsumsi masyarakat.

"Kami meyakini itu akan mengurangi konsumsi rumah tangga terutama di kelompok terbawah. Jadi penyebab utama penurunan konsumsi rumah tangga adalah kenaikan harga listrik. Kita sudah sampaikan hal itu, kalau supply gas dari gas melon ke gas pink. Memang tidak ada kenaikan harga, tapi supply-nya berkurang. Jadi dampak ke masyarakat cukup signifikan," jelas dia.

Meski demikian, Hendri berharap pemerintah tidak hanya berdebat soal‎ perlambatan pertumbuhan konsumsi di tahun ini. Menurut dia, yang terpenting adalah bagaimana menciptakan kebijakan yang bisa meningkatkan konsumsi masyarakat sehingga berdampak ke ekonomi Indonesia.

"Itu yang perlu untuk dilakukan.‎ Yang penting adalah bagaimana kita menaikkan lagi agar masyarakat berkonsumsi kembali. Kebijakan pajak membuat kelas atas menunggu untuk meningkatkan konsumsi mereka," ujar dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Ingin Ekonomi Tumbuh 5,2 Persen. RI Harus Lakukan Ini

Sebelumnya, pemerintah menetapkan prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,2 persen pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2017. Namun pertumbuhan ekonomi itu diperkirakan sulit tercapai.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengaku, dengan pertumbuhan investasi yang ada di kisaran tujuh persen tanpa diikuti belanja anggaran oleh pemerintah daerah, hal ini tidak akan menyumbang banyak ke pertumbuhan ekonomi.

"Kalau pertumbuhan ekonomi mencapai 5,2 itu yang berat, karena di tiga triwulan selama ini, profil angkanya masih di bawah 5,1 persen. Makanya agak berat," ujar bambang di kantornya, Senin 13 November 2017.

Pertumbuhan ekonomi harus di atas 5,5 persen pada kuartal IV sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia menembus 5,2 persen pada 2017. Bambang memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia capai 5,1 persen pada 2017. Hal itu ditopang dengan meningkatnya belanja anggaran pemerintah.

Ia menuturkan, merujuk dari data BPS, pertumbuhan konsumsi pemerintah pada tiga kuartal ini masih belum masimal. Angka paling tinggi hanya 3 persen. "Jadi melihat record-nya, pada akhir tahun ini konsumsi pemerintah akan naik signifikan, kisaran saya ada di 5 persen," tambah dia.

Tidak hanya itu, melihat dari data impor barang modal dan impor barang konsumsi pada kuartal III 2017 tumbuh masing-masing 24 persen dan 17,7 persen, maka konsumsi masyarakat di akhir tahun juga akan meningkat.

"Ini tandanya perusahaan mulai banyak belanja untuk meningkatkan penjualannya, itu berarti konsumsi juga akan mengalami peningkatan di akhir tahun ini," tutur dia. (Yas)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya