Jurus Pemerintah Jokowi agar RI Kurangi Impor Selama 3 Tahun

Pemerintah identifikasi hulu agar harus mengetahui apa yang dimulai sehingga tidak rentan impor kalau pertumbuhan ekonomi naik.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 11 Des 2017, 12:45 WIB
Diterbitkan 11 Des 2017, 12:45 WIB
Kinerja Ekspor dan Impor RI
Suasana aktivitas bongkar muat barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/7). Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kinerja ekspor dan impor Indonesia mengalami susut signifikan di Juni 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) mampu mempertahankan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5-5,1 persen dalam dua tahun terakhir.

Berbagai upaya telah dan terus dilakukan untuk menangkal Indonesia dari overheating atau kepanasan ekonomi, yaitu laju impor lebih tinggi dibanding ekspor.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengungkapkan, pemerintah memacu pembangunan infrastruktur yang menyebar secara merata di seluruh Indonesia.

Walaupun belum selesai seluruhnya, pemerintah mendorong penyebaran kawasan infrasruktur industri, antara lain Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), kawasan industri dan kawasan pariwisata strategis nasional.

"Kita sudah meletakkan dasar dengan membangun infrastruktur untuk berkembang lebih cepat dan merata. Ekonomi pemerintah orde baru ditandai pertumbuhan tinggi, tapi sebentar-sebentar overheating," kata dia di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (11/12/2017).

Darmin menjelaskan, apabila terjadi overheating ekonomi, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun proyek-proyek pembangunan mulai dipangkas atau dikurangi guna mendinginkan kondisi tersebut.

Overheating Darmin menuturkan , adalah sebuah keadaan pertumbuhan ekonomi tinggi dan langsung diiringi pertumbuhan impor yang lebih cepat. Jika laju impor lebih tinggi dibanding ekspor, maka akan terjadi defisit neraca perdagangan.

"Oleh karena itu, pemerintah mengidentifikasi hulunya. apa saja yang harus dimulai sehingga tidak rentan impor kalau pertumbuhan ekonomi naik," ujar mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) itu.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Selanjutnya

Ada tiga kelompok industri yang menjadi perhatian pemerintah di sektor hulu. Darmin menyebut, pertama industri besi dan baja. Industri ini memiliki turunan sampai ke hilir yang dibutuhkan sekali oleh setiap sektor industri yang berkembang.

"Kami mendorong supaya Krakatau Steel dipasangkan dengan perusahaan besar dari Korea, yakni Posco supaya dia bisa menjawab terhadap hasil besi dan baja," ujar dia.

Industri kedua yakni petrokimia. Menurut Darmin, Indonesia mempunyai kesempatan besar untuk mengembangkan industri petrokimia pada tahun-tahun sebelumnya. Sayangnya kesempatan ini tidak dimanfaatkan. Padahal industri ini sangat strategis terkait dengan pipa, plastik, poliester, farmasi, dan lainnya.

"Itu sebabnya pemerintah berjuang keras mendorong investor masuk ke proyek tersebut ke Tuban dan Cilacap. Di proyek petrokimia Tuban, ada Rosneft dari Rusia dan Aramco dari Saudi Arabia berinvestasi di petrokimia Cilacap. Hasilnya memang belum keluar, tapi prosesnya sedang berjalan," jelas dia.

Industri ketiga adalah basic chemical yang sebagian besar produknya untuk industri farmasi. "Kita mengeluarkan banyak sekali uang untuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Aneh kalau uangnya kita biarkan bocor ke luar," tegas Darmin.

Pemerintah, sambungnya, mengubah aturan Daftar Negatif Investasi (DNI) untuk membuka hulu industri ini 100 persen untuk asing. "Supaya hilirnya lebih murah karena hilirnya bisa

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya