Liputan6.com, Jakarta - Kebiasaan minum kopi saat ini sedang menjadi tren di tengah masyarakat. Kedai-kedai kopi baru menjamur, menawarkan berbagai jenis kopi yang secara harga dan rasa berbeda. Berbicara soal harga, apa yang membuat suatu jenis kopi itu mahal?
Mikael Jasin, Marketing Manager dari St. Ali Coffee Jakarta mengatakan, harga kopi di pasar lelang ditentukan oleh beberapa hal, salah satunya karena popularitas di mata banyak orang.
"Harga kopi di pelelangan biasanya dimulai dari sekitar US$ 10 sampai US$ 150 per pound. Yang membedakannya secara harga itu dilihat dari beberapa hal, yaitu tergantung kualitas kopinya, tergantung skornya, dan kopi apa yang lagi ngetren," ujar dia ketika ditemui Liputan6.com di kantornya, Rabu (24/1/2018).
Advertisement
Baca Juga
Dia turut memberikan contoh terkait Kopi Gunung Puntang, yang kini banyak dicari orang setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminumnya saat berkunjung ke Jawa Barat.
"Contohnya kopi lokal yang lagi ngetren banget, yang dari Gunung Puntang di Jawa Barat. Mulanya Jokowi lagi visit di daerah itu, dia coba, dan dia suka. Jadi aja semua orang pada coba cari dan laku," ungkap dia.
Perihal kualitas kopi, Mikael menjelaskan itu bisa diukur dari tempat asalnya. "Kopi itu sama kaya wine, dia tergantung dari tanahnya, iklimnya, curah hujan, dan bagaimana cara bertaninya. Itu yang membuat kualitas suatu kopi berbeda," kata dia.
"Gayo biasanya lebih manis, kerinci yang beda tanahnya itu lebih fruity. Kopi dari tataran Sunda juga lebih fruity, tapi body-nya gak se-heavy yang kaya dari Sumatera," terang Mikael.
"Kalau yang diimpor tuh ada varietas Geisha, yang paling terkenal dari Panama. Itu sejenis kopi yang paling premium, nilainya paling tinggi, harganya mahal, karakternya lebih fruity," tambahnya.
Ketika ditanya terkait jenis kopi apa yang paling banyak dikonsumsi oleh pembeli saat ini, dia menuturkan kopi lokal masih yang paling banyak dicari.
"Konsumsi paling banyak kopi Indonesia. Pembeli mulanya mulai coba beli kopi lokal, karena secara harga jual dia lebih murah. Kalau sudah coba banyak, baru eksplorasi ke kopi-kopi yang lain," jelas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Kopi Indonesia Mendunia, Bagaimana Nasib Petani?
Sebelumnya, tren pertumbuhan ekspor kopi Indonesia diprediksi akan terus berlanjut di 2018. Pada tahun lalu hingga November, ekspor kopi Indonesia tercatat mencapai 432 ribu ton untuk biji kopi dan 152,98 ribu ton untuk kopi olahan.
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Abdul Rochim mengatakan, pertumbuhan industri kopi dalam negeri di 2018 diperkirakan sebesar 7,5 persen. Angka tersebut tidak jauh berbeda dengan pertumbuhan di 2017 yang berkisar antara 7 persen-8 persen.
"Pada tahun 2018, industri pengolahan kopi masih akan tumbuh diantaranya didorong peningkatan konsumsi dalam negeri," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Selasa 16 Januari 2018.
Dia menjelaskan, produksi kopi Indonesia di 2017 sebesar 650 ribu ton, yang terdiri dari jenis robusta sekitar 75 persen dan arabika sebanyak 25 persen. Industri di dalam negeri paling banyak menyerap kopi dengan jenis robusta, yang 65 persennya berasal dari wilayah Sumatera seperti Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Jambi.
"Produksi kopi sekitar 650 ribu ton, sekitar sepertiganya untuk kebutuhan di dalam negeri," kata dia.
Menurut Rochim, sebagian besar kopi yang dihasilkan di dalam negeri memang diperuntukkan untuk kebutuhan ekspor. Data dari Kemenperin ekspor biji kopi pada periode Januari-November 2017 mencapai 432 ribu ton dengan nilai US$ 1,094 miliar. Biji kopi tersebut diekspor ke Amerika Serikat, Jerman, Jepang, Italia dan Malaysia.
Sementara ekspor kopi olahan pada periode yang sama sebesar 152,98 ribu ton dengan nilai US$ 416,319 juta. Kopi olahan tersebut telah memiliki pasar di sejumlah negara seperti Filipina, Malaysia, Iran, Uni Emirat Arab dan Singapura.
Advertisement