Liputan6.com, Jakarta - Fenomena bitcoin mencuri perhatian masyarakat saat ini. Bagaimana tidak, bitcoin yang dikenal sebagai mata uang digital tersebut nilainya telah melonjak berkali-kali lipat. Lantas, layakkah bitcoin menjadi sebuah alat tukar maupun investasi?
Pengamat Ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono menilai, bitcoin tak layak sebagai mata uang maupun alat investasi.
"Kalau currency yang kita kenal uang tunai, hard case atau bisa dengan kartu. Sekarang itu Bitcoin beda, makanya saya termasuk menolak. Menurut saya termasuk investasi bodong," kata dia dalam acara Seminar Sehari Melek Investasi di John Paul School Bekasi, Sabtu (27/1/2018).
Advertisement
Baca Juga
Menurut dia, bitcoin tak layak menjadi alat nilai tukar karena tidak memiliki dasar penilaian (underlying). Hal itu berbeda dengan uang yang secara umum dipakai saat ini.
Dia pun bercerita mengenai sejarah terbentuknya uang. Dia bilang, mulanya adanya dolar Amerika Serikat (AS) tak lepas dari adanya jaminan emas.
"Sekarang saya sedikit cerita, bagaimana sejarah terbentuknya uang, rupiah, dolar. Pertama kali uang diciptakan itu harus didukung atau dibackup dengan emas, atau logam mulia bisa silver dan lain-lain. Setiap peredaran uang katakanlah dolar AS, itu The Fed simpan emas. Makin banyak uang beredar makin banyak emas disimpan. Supaya orang yang pegang uang itu percaya, bahwa uang itu ada nilainya," jelas dia.
Seiring berkembangnya zaman, emas tak mampu menjadi jaminan uang. Oleh karena itu, dasar penilaian uang pun berubah menjadi perekonomian suatu negara.
"Jadi mata uang atau currency itu dibackup oleh kepercayaan. Terhadap apa? Kepercayaaan terhadap perekonomian suatu negara. Singkat kata, kalau ekonomi membaik, rupiah menguat," jelas dia.
Hal itu sangat berbeda dengan bitcoin yang sama sekali tak punya dasar penilaian. Itu belum lagi nilainya yang sangat fluktuatif sehingga bitcoin tak memenuhi syarat sebagai mata uang.
"Satu lagi bitcoin fluktuatif atau volatil. Sama sekali tidak memenuhi sayarat sebagai currency," ujar dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini;
Bitcoin dan Pemerintah Sepakat Tolak Penggunaan Bitcoin
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mengingatkan supaya masyarakat tidak menggunakan mata uang virtual (cryptocurrency) termasuk bitcoin. Lantaran mata uang tersebut memiliki sejumlah risiko.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, telah melakukan penilaian terhadap perkembangan mata uang digital tersebut. Dia menuturkan, mata uang digital berisiko karena tidak regulator atau administrator yang mengatur mata uang digital tersebut. BI juga menilai mata uang digital tersebut berisiko dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Oleh karena itu, BI menyampaikan bahwa kita mengingatkan kepada publik untuk tidak melakukan perdagangan, membeli, ataupun menjual bitcoin karena kami tidak ingin bawah nanti masyarakat yang transaksi dengan bitcoin melanggar aturan," ungkap dia di Jakarta, Selasa 23 Januari 2018.
Agus mengatakan, BI melarang perusahaan yang menyediakan sistem pembayaran melakukan transaksi dengan mata uang digital.
"BI sebagai otoritas moneter sistem pembayaran memberikan larangan kepada semua perusahaan jasa sistem pembayaran yang ada di bawah supervisi di bawah BI untuk melakukan transaksi terkait bitcoin," ungkap dia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menambahkan, pemerintah juga mengimbau supaya masyarakat tidak menggunakan mata uang digital sebagai alat pembayaran maupun investasi.
"Dari sisi transaksi pembayaran jelas di UU mata uang Indonesia sangat jelas rupiah," ujar dia.
Sri Mulyani menambahkan, mata uang digital berisiko lantaran tidak memiliki basis penilaian investasi. Lalu, mata uang ini berisiko pada tindak pencucian uang. "Ketiga, ini akan bisa menciptakan bubble," ujar dia.
Advertisement