Serangan Siber Potensi Bikin Rugi Perusahaan ASEAN Capai Rp 10 Ribu T

BSSN menyebutkan negara di Asia Tenggara (ASEAN) sangat rentan terhadap serangan server melalui malware karena tidak alokasikan dana besar untuk keamanan siber.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 02 Mar 2018, 21:36 WIB
Diterbitkan 02 Mar 2018, 21:36 WIB
Ransomware
Indonesia Kena Serangan Siber, Pakar: Jangan Sepelekan Keamanan. (Doc: PCMag)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menyebut indeks keamanan siber Indonesia kalah jauh dari Singapura di kancah global. Indonesia bahkan dicap sumber serangan program jahat (malware) karena lemahnya sistem keamanan tersebut.

Kepala BSSN, Djoko Setiadi mengungkapkan, sejumlah negara di dunia serius membangun dan memperkuat sistem keamanan siber. Salah satu indikatornya meningkatkan anggaran pemerintah dan perusahaan di masing-masing negara untuk keamanan siber atau sistem mereka.

"Jika dibanding negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS) atau Singapura, Indonesia hanya menyisihkan 0,03 persen dari PDB di 2017. Sedangkan di AS, Inggris, Jerman, dan Singapura mengalokasikan rata-rata sekitar 0,16 persen dari PDB untuk keamanan siber mereka," jelas dia di kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (2/3/2018).

Akibatnya, Djoko mengakui, indeks keamanan siber Indonesia hanya berada di peringkat 69 di dunia. Sementara Singapura berada di ranking pertama sebagai negara dengan indeks keamanan siber terbaik dari 161 negara.

"Sebanyak 205.502.159 serangan siber terjadi di Indonesia selama Januari-November 2017. Salah satunya malware di Mei 2017, Indonesia dianggap sumber serangan malware akibat lemahnya sistem keamanan kita," jelas dia.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Selanjutnya

Hacker
Kawasan Asia Tenggara mulai menjadi pemain ekonomi skala besar sehingga memicu para hacker untuk melakukan penyerangan siber. (Doc: iStockphoto)

Berdasarkan penelitian, lanjut Djoko, negara-negara di Asia Tenggara (ASEAN) sangat rentan terhadap serangan server melalui malware lantaran tidak mengalokasikan dana cukup besar untuk keamanan sibernya.

Dia menambahkan, perusahaan-perusahaan di ASEAN berpotensi mengalami risiko kerugian mencapai US$ 750 miliar atau Rp 10 ribu triliun akibat dampak serangan siber.

"Sedangkan kerugian dari kejahatan siber secara global telah mencapai US$ 600 miliar atau setara dengan Rp 8.610 triliun pada 2017 didorong meningkatnya kecanggihan hacker dan bertambahnya kejahatan di dunia maya," terang Djoko.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya