Jokowi Ingatkan Bos Bank Tak Main Aman dan Berani Ambil Risiko

Jokowi mengakui perbankan harus prudent atau hati-hati. Namun sebaliknya jika tidak berani mengambil risiko justru bisnis akan berakhir, atau mati secara perlahan.

oleh Nurmayanti diperbarui 15 Mar 2018, 13:35 WIB
Diterbitkan 15 Mar 2018, 13:35 WIB
Presiden Jokowi kumpulkan para pemimpin bank
Kepala OJK Wimboh Santoso memberikan salam kepada Presiden Jokowi saat menerima pimpinan bank umum Indonesia di Istana Negara, Jakarta, Kamis (15/3). Dalam pertemuan ini, Ketua OJK Wimboh Santoso akan menyampaikan paparannya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan para pimpinan industri perbankan nasional untuk berani mengambil risiko. Sebab menurut dia, risiko yang paling besar atau paling gawat adalah justru saat tidak berani mengambil risiko.

Ini dikatakan Jokowi, menyinggung laporan Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso yang menyebut jika pertumbuhan kredit perbankan saat ini mencapai 8,24 persen. Sementara, sebelumnya para pimpinan industri jasa keuangan menargetkan pertumbuhan 9-12 persen.

“Kalau saya diberi angka 9-12 persen, yang saya ambil pasti 12 persennya. Kembali lagi, risiko yang paling besar adalah apabila kita tidak berani mengambil risiko,” kata Presiden Jokowi saat bertemu dengan Para Pimpinan Bank Umum di Indonesia, di Istana Negara, Jakarta seperti mengutip laman Sekretariat Kabinet, Kamis (15/3/2018).

Diakui Jokowi, perbankan harus prudent atau hati-hati. Namun sebaliknya jika tidak berani mengambil risiko justru bisnis akan berakhir, atau mati secara perlahan. “Itu di bisnis. Perbankan pun juga bisnis,” ujar Presiden Jokowi.

Sementara jika berani mengambil risiko, menurut Presiden, masih ada peluang, di mana biasanya kemungkinan itu jika diperhitungkan dengan baik bisa memberikan keuntungan.

“Ya karena yang namanya mengambil sebuah keputusan itu artinya mengambil sebuah risiko. Pasti, dimana pun, di bisnis, di politik sama saja,” tutur Jokowi seraya menambahkan jika main aman itu merupakan ilusi.

Dia mengingatkan jika dunia sekarang ini begitu sangat dinamis, terbuka, globalisasi. Saat ni juga merupakan eera teknologi berkembang begitu cepat sehingga dunia akan terus berubah.

“Orang berkata wait and see, ya tiap tahun kita akan wait and see terus. Karena memang berubah-ubah terus, ketidakpastian itu sekarang hampir tiap hari kita alami, baik di dunia bisnis, baik dunia keuangan, dunia perbankan, maupun dunia politik karena ketidakpastian global juga setiap hari ada,” tegas dia.

Tampak hadir dalam kesempatan itu antara lain Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Kepala Staf Presiden Moeldoko, Ketua Dewan OJK Wimboh Santoso, serta perwakilan pelaku industri perbankan di Indonesia.

Tonton Video Pilihan di Bawah Ini:

OJK Target Kredit Macet Bank Turun di Bawah 2 Persen pada 2018

Kepala OJK Wimboh Santoso
Kepala OJK Wimboh Santoso menyampaikan paparan dalam pertemuan dengan pimpinan bank umum Indonesia di Istana Negara, Jakarta, Kamis (15/3). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan rasio kredit macet  atau non performing loan (NPL) turun hingga di bawah 2 persen di akhir tahun ini. Penurunan seiring langkah perbankan melakukan konsolidasi untuk memperbaiki rasio kredit bermasalahnya.

Ketua Umum OJK, Wimboh Santoso mengatakan, perbankan di awal tahun ini masih dalam tahap konsolidasi memperbaiki rasio kredit bermasalah. Rasio kredit bermasalah gross bank per Desember 2017 sebesar 2,55 persen. Angka ini kemudian naik pada Januari 2018 menjadi 2,86 persen.

Namun bila dibanding pada Januari 2017, yang sebesar 3,07 persen, NPL Januari 2018 masih lebih rendah.

"Kontribusi NPL terbesar tahun lalu dari kredit sektor komersial," kata Wimboh di Bandung, Minggu (3/3/2018).

Wimboh menuturkan, porsi terbesar NPL atau kredit macet bank pada tahun lalu berasal dari kredit komersial di bank. Berdasarkan data OJK, komposisi kredit komersial dan korporasi mencapai 49,19 peraen dari total penyaluran kredit.

Namun, dia meyakini di akhir tahun kondisi berbeda akan terjadi. Beberapa hal seperti langkah konsolidasi bank, membaiknya harga komoditas, membuat rasio NPL akan membaik pada tahun ini.

“Faktor lainnya seperti restrukturisasi kredit bank, penghapus bukuan NPL (write off), dan pertumbuhan kredit yang tahun ini ditarget mencapai 20 persen diharapkan bisa menurunkan NPL (kredit macet) hingga di bawah 2 persen pada akhir tahun ini,” Wimboh menandaskan.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya