BPS: Inflasi Maret 2018 Sebesar 0,2 Persen

BPS menyatakan, inflasi tersebut didorong kenaikan harga komoditas pada Maret.

oleh Septian Deny diperbarui 02 Apr 2018, 11:23 WIB
Diterbitkan 02 Apr 2018, 11:23 WIB
20160105-Ilustrasi-Inflasi-iStock
Ilustrasi Inflasi (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, inflasi Maret 2018 sebesar 0,2 persen. Angka ini lebih tinggi dibanding inflasi Februari 2018 yang sebesar 0,17 persen dan berbanding terbalik dibanding Maret 2017 yang terjadi deflasi 0,02 persen.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, inflasi ini didorong oleh kenaikan sejumlah harga komoditas pada Maret lalu.‎ "Perkembangan harga sejumlah komoditas pada Maret 21018 secara umum mengalami kenaikan," ujar dia di Kantor BPS, Jakarta, Senin (2/4/2018).

Dia menjelaskan, inflasi tahun kalender 2018 yaitu Maret 2018 terhadap Desember 2017 sebesar 0,99 persen. Sedangkan inflasi tahun ke tahun yaitu Maret 2018 terhadap Maret 2017 sebesar 3,4 persen. "Dengan memperhatikan dalam APBN, angka 3,4 persen ini relatif terkendali‎," kata dia.

Menurut Suhariyanto, dari 82 kota IHK, 57 kota mengalami inflasi, sedangkan sisanya sebanyak 25 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Jayapura sebesar 2,1 persen dan inflasi terendah terjadi di Sumenep yaitu 0,01 persen.

"Sedangkan deflasi tertinggi terjadi di Tual sebesar 2,3 persen dan deflasi terendah di Bulukumba sebesar 0,01 persen," ujar dia.

 

 

Prediksi Ekonom

Inflasi
Pedagang menata telur di pasar, Jakarta, Jumat (6/10). Dari data BPS inflasi pada September 2017 sebesar 0,13 persen. Angka tersebut mengalami kenaikan signifikan karena sebelumnya di Agustus 2017 deflasi 0,07 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, inflasi Maret 2018 diperkirakan berada pada kisaran 0,15 persen-0,2 persen atau 3,4 persen (year on year). Inflasi ini cenderung lebih tinggi dibanding Maret 2017 lalu yang tercatat deflasi.

Pengamat Ekonomi Institute fo Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, pada Maret 2018, komponen inflasi dari administered price disumbang kenaikan bahan bahar minyak (BBM) nonsubsidi.‎

"Sementara dari inflasi volatile food karena ada pergeseran panen jadi penurunan harga beras dipasar belum optimal. Impor beras juga baru dilakukan Bulog 50 persen dari komitmen 500 ribu ton beras," ujar dia di Jakarta, Senin (2/3/2018).

Dia menjelaskan, harga beras medium secara bulanan turun tipis Rp 150 per kg menjadi Rp 12.100 per kg. Daging ayam turun Rp 300 per kg menjadi Rp 31.850 per kg.

Namun, lanjut Bhima, komoditas cabai merah mencatat inflasi bulanan 7,16 persen menjadi Rp 43.350 per kg. Daging sapi juga naik 0,17 persen menjadi Rp 114.150 per kg.

"Tren inflasi pangan pada bulan Maret hingga Juni mendatang akan naik seiring faktor musiman jelang Lebaran," kata dia.

Sedangkan untuk inflasi inti, trennya masih akan rendah. Ini terlihat dari Januari-Februari 2018 di mana inflasi intinya hanya 0,31 persen dan 0,26 persen, lebih rendah dari inflasi Januari-Februari 2017 yakni 0,56 persen dan 0,37 persen.

"Rendahnya inflasi inti jadi cerminan dorongan inflasi dari sisi permintaan (demand pull inflation) masih rendah. Efeknya nanti ke konsumsi rumah tangga di kuartal I prediksinya hanya 4,7 persen-4,9 persen (yoy), tidak sampai 5 persen," jelas dia.

Menurut Bhima, inflasi inti yang rendah ini karena daya beli kelas menengah dan bawah melemah akibat kenaikan inflasi pangan, dan terlambatnya penyaluran bansos.

‎"Memang kalau dilihat secara porsi distribusi pengeluaran 20 persen kelompok teratas menguasai 46 persen total pengeluaran nasional. Artinya kelas atas yang berpengaruh signifikan dari konsumsi rumah tangga. Tapi dorongan untuk menunda belanja kelompok atas kelihatannya mulai turun," tandas dia.

 

 Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya