Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati optimistis perekonomian Indonesia pada tahun depan akan bergerak cukup baik untuk mencapai angka pertumbuhan 5,8 persen. Hal ini disampaikan saat menghadiri rapat paripurna dengan DPR untuk membahas mengenai tanggapan fraksi-fraksi DPR terhadap kerangka ekonomi makro dan pokok pokok kebijakan fiskal tahun anggaran 2019.Â
"Pemerintah memandang bahwa perekonomian Indonesia di 2019 memiliki potensi yang baik untuk mencapai pertumbuhan ekonomi pada kisaran 5,4Â - 5,8 persen," ujar Sri Mulyani di Gedung DPR-MPR, Jakarta, Kamis (31/5/2018).
Advertisement
Baca Juga
Potensi tersebut didasarkan pada beberapa perkembangan yang telah terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Dari sisi permintaan agregat, pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai ditopang secara seimbang oleh keempat mesin pertumbuhan, yaitu konsumsi, investasi, ekspor, dan belanja Pemerintah.
"Selama tiga tahun terakhir, inflasi kita pada kisaran 3,5 persen, lebih rendah dibanding rata-rata inflasi selama 10 tahun terakhir sebesar 5,6 persen. Perkembangan harga domestik dan laju inflasi telah menurun dan semakin stabil merupakan faktor penting dalam menjaga tingkat konsumsi dan daya beli masyarakat," jelas Sri Mulyani.
Sri Mulyani melanjutkan, investasi secara bertahap mulai pulih kembali ditopang oleh kesehatan sektor perbankan dan pasar modal, pelaksanaan program pembangunan infrastruktur, serta meningkatnya daya saing iklim usaha dan investasi Indonesia. Kinerja ekspor terus menunjukkan peningkatan sejak 2017 setelah beberapa tahun sebelumnya mencatat kontraksi.
"Capaian-capaian ini telah mampu membawa perbaikan persepsi pelaku usaha terhadap prospek investasi di lndonesia dan membawa dampak positif untuk mendorong minat investor pada pasar dalam negeri," Sri Mulyani menerangkan.Â
Â
Reporter : Anggun P. Situmorang
Sumber : Merdeka.com
Antisipasi Gejolak Ekonomi Global
Di sisi produksi (supply side), Sri Mulyani menerangkan, pertumbuhan sektoral cukup merata, baik sektor primer seperti pertanian, perkebunan, dan pertambangan yang sangat dipengaruhi oleh harga komoditas dan perdagangan global, serta bergeraknya sektor sekunder seperti manufaktur dan konstruksi, serta cukup sehatnya sektor tersier seperti telekomunikasi, perdagangan, hotel, restoran dan sektor jasa keuangan.
"Faktor-faktor tersebut merupakan landasan untuk menopang pertumbuhan ekonomi lndonesia," jelas mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.Â
Sri Mulyani melanjutkan, pemerintah menyadari perlu mengambil langkah-langkah responsif untuk menghadapi risiko berlanjutnya tekanan eksternal dan dampak dari proses terjadinya keseimbangan global yang baru. Dalam menghadapi risiko tersebut, arah kebijakan pemerintah saat ini akan lebih fokus pada strategi menjaga stabilitas dan penguatan fundamental ekonomi domestik.
Pemerintah, kata dia, terus memperkuat koordinasi dengan Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk tetap meningkatkan kewaspadaan, serta siap mengambil kebijakan yang diperlukan dalam rangka menjaga stabilitas keuangan dan ekonomi dan menjaga keberlangsungan pembangunan.
"Dalam jangka pendek, fokus koordinasi kebijakan diprioritaskan pada menjaga dan memperkuat stabilitas ekonomi dan keuangan dengan menjaga nilai tukar rupiah, inflasi yang rendah, defisit fiskal yang sehat, dan defisit transaksi berjalan yang aman," tandas Sri Mulyani.
Advertisement