Relaksasi Uang Muka Rumah Bakal Berkontribusi terhadap Pertumbuhan

BI menyatakan pelonggaran uang muka rumah pembelian pertama baru terasa dalam tiga kuartal berikutnya.

oleh Liputan6.com diperbarui 02 Jul 2018, 16:10 WIB
Diterbitkan 02 Jul 2018, 16:10 WIB
2018, Menko Perekonomian Patok Pertumbuhan Ekonomi Harus 5,4 Persen
Pemandangan gedung bertingkat di Jakarta, Sabtu (28/4). Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, pertumbuhan ekonomi wajib meningkat hingga 6 persen lebih mulai 2019. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) menyatakan relaksasi aturan pembayaran down payment atau uang muka untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) rumah pertama mulai 1 Agustus 2018 dapat berkontribusi sekitar 0,04 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) 2018.

Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Makro Prudensial Bank Indonesia (BI), Filianingsih Hendarta menuturkan, kontribusi tidak terlalu besar hingga akhir tahun karena bank perlu waktu mempersiapkan diri.

"Ini tidak serta merta, bank harus persiapkan diri jadi perlu waktu," ujar dia.

Dampak dari kebijakan tersebut diklaim baru bisa dirasakan secara optimal hingga tiga kuartal berikutnya. Dampaknya pun tidak akan terjadi bersamaan, namun secara bertahap.

"Jadi nanti kita akan melihat hasil optimalnya itu mungkin untuk kreditnya ini 3 triwulan berikutnya. Kalau kami lihat kemarin LTV kelonggaran itu kita lihat hampir 1 tahun baru terlihat tanda-tanda peningkatan, tapi kita berharap ini mungkin bisa lebih cepat karena adanya stimulus bagi pembeli tipe investasi," ujar dia.

Ada relaksasi uang muka untuk KPR pertama diperkirakan dapat meningkatkan kredit properti hingga 14 persen.

"Kami lihat dampaknya dan akan berlakukan ini pada Agustus. Kami akan melihat bahwa kondisinya tadi itu diperkirakan sampai dengan Desember itu diproyeksikan 13,46 persen, dibulatkan sampai 14 persen. Jadi akan meningkat sebesar itu," kata Filianingsih.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

BI Relaksasi DP Rumah Pertama

Bank Indonesia
Bank Indonesia AFP PHOTO / ROMEO GACAD

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo membeberkan sejumlah alasan bank sentral untuk melonggarkan DP KPR. Pertama, untuk mendorong pembelian rumah untuk investasi. Selama ini minat masyarakat terutama usia muda masih cukup tinggi untuk memiliki rumah.

"Sasaran relaksasi makro ini mendorong first time buyer pada saat yang sama stimulus untuk pembelian rumah invetasi. Selama ini tipe LTV properti sebagian besar dinikmati kelompok usia 36 sampai 45 tahun. Mereka kelompok muda. Demikian kami juga melihat bahwa kemampuan buyer dari nasabah cukup besar," ujarnya di Gedung BI.

Dia menjelaskan, aturan yang sama mengenai pelonggaran LTV pada 2016 telah mampu meningkatkan pertumbuhan kredit dan pembiayaan pemilikan rumah melalui perbankan. Namun, belum cukup optimal di tengah kondisi ekonomi Indonesia yang membaik dengan risiko yang masih terjaga.

"Penyempurnaan ketentuan mengenai Loan to Value (LTV) atau Financing to Value (FTV) yang dilakukan Bank Indonesia pada tahun 2016 telah mampu meningkatkan pertumbuhan KPR yang diberikan bank. Tapi itu belum cukup optimal di tengah kondisi ekonomi Indonesia yang membaik dengan risiko yang masih terjaga," jelas Perry.

Perry menambahkan, siklus kredit properti masih berada pada fase rendah tetapi masih memiliki potensi akselerasi yang didukung oleh penyediaan dan permintaan terhadap produk properti yang mulai meningkat dan kemampuan debitur yang masih baik.

"Selain beberapa faktor tersebut, sektor properti merupakan sektor yang memiliki efek pengganda yang cukup besar terhadap perekonomian nasional," ujar dia.

Berikut beberapa perubahan dari ketentuan untuk skema pembiayaan rumah tapak/ruko/rukan. Ketentuan saat ini, yakni:

a. Maksimal pencairan kumulatif sampai dengan 40 persen dari plafon dengan syarat fondasi telah selesai.

b. Maksimal pencairan kumulatif sampai dengan 80 persen dari plafon dengan syarat tutup atap telah selesai.

c. Maksimal pencairan kumulatif sampai dengan 90 persen dari plafon dengan syarat penandatanganan BAST.

d. Maksimal pencairan kumulatif sampai dengan 100 persen dari plafon dengan syarat penandatanganan BAST yang telah dilengkapi dengan AJB dan APHT/SKMHT.

Sementara di ketentuan yang baru:

a. Maksimal pencairan kumulatif sampai dengan 30 persen dari plafon dengan sayarat setelah akad kredit.

b. Maksimal pencairan kumulatif sampai dengan 50 persen dari plafon dengan sayarat fondasi telah selesai.

c. Maksimal pencairan kumulatif sampai dengan 90 persen dari plafon dengan syarat tutup atap telah selesai.

d. Maksimal pencairan kumulatif sampai dengan 100 persen dari plafon dengan sayarat penandatanganan BAST yang telah dilengkapi dengan AJB dan covernote.

"Implementasi pelonggaran pencairan bertahap hanya diberikan kepada developer yang memenuhi kebijakan menejemen resiko bank," tegas Perry.

Selain itu, bank juga diwajibkan memastikan transaksi dalam rangka pemberian kredit (termasuk pembayaran uang muka) dan pencairan bertahap harus dilakukan melalui rekening bank dari debitur dan developer/penjual.

Bank Indonesia mulai 1 Agustus 2018 membebaskan aturan pembayaran down payment (DP) untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) rumah pertama. Dengan demikian besaran DP diserahkan ke masing-masing perbankan.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya