Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendorong percepatan pencampuran 30 persen minyak sawit dengan Solar atau biodiesel (B30). Hal ini untuk meredam defisit neraca perdagangan.
Staf Ahli Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, pemerintah terus mencari solusi untuk meredam defisit neraca perdagangan. Salah satunya mengurangi impor Bahan Bakar Minyak (BBM) dan gas.
"Kalau sekarang banyak kombinasi ya kenapa kebijakan ini berjalan. Didorong pertama oleh defisit neraca perdagangan, yang didorong migas BBM," kata Dadan, di Kantor Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan Konservasi Energi (EBTKE), Jakarta, Rabu (25/7/2018).
Advertisement
Baca Juga
Untuk mengurangi impor BBM maka pemerintah meningkatkan campuran minyak sawit pada Solar, dari 20 persen menjadi 30 persen pada tahun depan. Keputusan tersebut dipercapat dari rencana awal dilakukan pada 2020 menjadi 2019.
"Terus kenapa kalau kita punya BBM sendiri enggak dipakai gitu. Kalau ini didorong kan seharusnya defisit berkurang, pas sekarang harganya lagi mahal BBM, dolar juga tinggi, CPO juga baik harganya untuk bahan bakar, maka dieksekusi sekarang," papar Dadan.
Kenaikan kandungan minyak sawit pada solar 30 persen tidak terkait dengan rencana Uni Eropa, membatasi impor minyak sawit yang yang ditetapkan dalam Renewable Energy Directive (RED) II.
"Enggak, itu kan sudah selesai, sudah diundur. Kita masih cukup waktu untuk pastikan, diskusi dan negosiasi kembali," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pengusaha Truk Tolak Pakai Solar Campur Minyak Sawit 30 Persen
Asosiasi Perngusaha Truk Indonesia menolak peningkatan campuran minyak kelapa sawit dengan solar menjadi 30 persen (B30), jika pemerintah tidak memberikan solusi terhadap dampak kebijakan tersebut.
Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia Kyatmaja Lookman mengatakan, penerapan pencampuran minyak sawit dengan solar langsung dirasakan asosiasi tersebut, karena membawa berbagai dampak ke kinerja mesin kendaraaan.
"Kebijakan ini kita langsung menerima dampaknya. Ada 6,2 juta truk di Indonesia, kalau uji cobanya 40 ribu kita udah tahu karakteristiknya seperti apa," kata Kyatmaja, di Kantor Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan Konservasi Energi (EBTKE), Jakarta, Rabu (25/7/2018).
BACA JUGA
Kyatmaja menyatakan, asosiasi truk pun menolak pencampuran biodiesel dengan kadar 30 persen, kecuali ada solusi dari pemerintah untuk mengatasi dampak akibat penerapan kebijakan tersebut.
"Posisi kita menolak, kecuali ada solusi dari pemerintah untuk implementasi ini. Konsumsi BBM bukan sesuatu yang bisa dihindari, bisa bertambah. Tapi bukannya nanti malah jadi nambah emisi," tuturnya.
Kyatmaja mengungkapkan, dampak peningkatan campuran minyak sawit dengan solar berdampak pada kinerja mesin dan menimbulkan pengendapan sehingga berpotensi menimbulkan kerusakan pada mesin.
Selain itu, kemampuan komponen pembakaran pada mesin kendaraan juga harus diturunkan, agar bisa menyerap solar yang telah tercampur minyak sawit, hal ini membuat peningkatan kadar emisi dari hasil pembakaran mesin, sehingga saat truk melakukan uji KIR tidak lulus.
"Waktu itu, saya coba Isuzu untuk waktu tiga tahun. Common real engine mereka harus men-down grade mesinnya ke B20. Jadi target emisi kita harus pertimbangan lagi yang baru 2,6 persen. Lalu pas kita uji coba KIR enggak lolos," tandasnya.
Advertisement